Pagi itu langit tampak sendu. Rintik hujan menemani langkah kami menuju Sekolah. Benar saja, hari itu banyak bangku di kelas yang kosong. Delapan murid absen, kebanyakan karena sakit. Tapi pagi tetap berjalan seperti biasa, dan kami tetap harus melanjutkan agenda hari itu, kunjungan berbagi ke Panti Asuhan Ar Rodiyah Sambiroto.

Sekitar pukul 09.00, kami memulai perjalanan menuju Panti Asuhan Ar Rodiyah. Dua kendaraan membawa rombongan kami. Anak-anak tampak bersemangat. Mereka tampak menikmati perjalanan, berbincang satu sama lain.

Setibanya di Panti, kami disambut ramah oleh pengurus Pondok. Kami diantar ke sebuah aula, tempat nantinya kami berkumpul.

Setelah beberapa menit kami duduk di sana, murid-murid putra dan putri SMP IT AL Fikri (Yayasan Ar Rodiyah) bergabung bersama kami.

Tak butuh waktu lama, suasana mulai cair. Beberapa anak memberanikan diri untuk berbincang dengan kakak-kakak SMP. Amira, Reva, dan Asha mulai berani bertanya. Anak lainnya pun tak sungkan ikut nimbrung.

Momen-momen sederhana itu terasa berharga. Melihat keberanian yang tumbuh, rasa ingin tahu orang yang baru mereka temui.

“Saya punya kembaran, loh,” ujar Adys bangga, memulai obrolan dengan Kak Sana, salah seorang kakak SMP putri.

“Serius? Mana?” tanya Kak Sana, menyambut antusias.

“Itu, di sana. Tapi dia lebih kecil dari saya,” kata Adys sambil menunjuk ke arah depan, gadis kecil yang duduk manis sambil memperhatikan sekeliling.

“Namanya siapa?”

“Gabi,” jawab Adys sambil tersenyum.

Percakapan pun berlanjut. Gabi ikut tersenyum saat namanya disebut. Kak Sana lantas memanggil Gabi untuk ikut bergabung.

Eits, tapi suasananya sangat berbeda dengan anak-anak putra.
Dingin. Sepi. Tak ada suara ramai seperti anak-anak putri. Beberapa hanya duduk mengamati, mainan botol, sebagian lainnya memilih duduk diam. Jika pun mengobrol, ya dengan teman sebelahnya. Mungkin masih canggung.

Saya menyadari kalau tiap anak punya cara sendiri dalam menikmati suasana. Ada yang cepat akrab, ada yang butuh waktu. Semua tetap indah dengan caranya masing-masing.

Setelah itu kami diajak berkeliling asrama. Anak-anak melihat suasana baru. Mereka juga tak sungkan bertanya jika penasaran. Kakak-kakak SMP juga terbuka dan sangat ramah menanggapi anak-anak. Insyaallah, ini menjadi kunjungan sederhana yang membawa banyak pelajaran.

Usai berkeliling, kami pun berpamitan dan kembali ke Sekolah.

Sesampainya di Sekolah, anak-anak boleh menyantap bekalnya. Sebagian duduk lesehan di atas karpet.

Namun, tak lama kemudian, Hamka menghampiri saya. Tubuhnya terasa hangat.

“Bu, badan saya gak enak,” katanya lirih.

Setelah saya antar Hamka ke UKS, Ano datang menyusul. Wajahnya mulai pucat, tubuhnya lunglai.

“Kepala saya pusing, Bu.”

“Mas Ano sudah makan?” Tanya saya.

“Belum. Ini baru mau makan, Bu.”

Baru selesai menyantap roti, Ano kembali menghampiri saya. Kali ini ia mengeluh bahwa badannya mulai demam juga.

“Bu Eva antar ke UKS, ya. Tapi bekas makannya kita bereskan dulu.”

Ano mengangguk pelan. Tapi, belum sempat ia merapikan, tiba-tiba sebuah suara gadis kecil menyela,

“Saya aja yang beresin, Bu.”

Saya menoleh. Oh, ternyata Gabi—adik kembar Adys.

Masyaallah, dengan sigap Gabi mengambil plastik bekas bungkus makanan Ano dan membuangnya ke tempat sampah. Wajahnya tenang, tangannya ringan.

Saya baru sadar, rupanya sedari tadi Gabi memperhatikan kami. Tak banyak bicara, tapi hatinya tergerak untuk peduli.

Hari itu memang dingin karena cuaca. Namun, kebaikan dan keceriaan anak-anak justru menghangatkan segalanya.

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code