“Hah! Sudah 12.50!” gerutu saya.

Benar-benar lucu. Saya sendiri yang mengajak berangkat pukul 12.45, tetapi saya pula yang baru bisa keluar ruangan pukul 12.50.

Saya bergegas keluar ruangan. Menuju ruang Bu Wiwik. Sembari berharap-harap cemas. Bila masih di dalam ruangan, setidaknya mengurangi rasa bersalah diri saya. Apalagi jika Bu Wiwik masih dalam posisi mengerjakan tugas. Artinya, waktu keterlamabatan saya tidak terbuang sia-sia oleh Bu Wiwik. Namun, itu sekaligus bisa dimaknai berbeda: Bu Wiwik kurang memperhatikan disiplin waktu.

Sebaliknya, jika sudah menunggu saya, jelas sudah: mempertegas dan memperkuat rasa bersalah saya. Namun, itu sekaligus menunjukkan Bu Wiwik sangat memperhatikan disiplin waktu.

Ternyata saya telah ditunggu. Bu Wiwik sudah duduk di depan ruang TU. Saya mempercepat langkah. Setidaknya saya menghargai kedisiplinan beliau. Lalu kami berangkat menuju Gedung LPI lantai 3.

Di tempat tersebut akan dilaksanakan acara “Serah Terima Gedung SDIH 02”. Dari Ketua Yayasan Abul Yatama Semarang kepada Direktur LPI Hidayatullah—Pak Eko. Terjadwal hari Jumat (29/11/2024) pukul 13.00—14.30.

Baca juga: Akhlak

Acara itu akan dihadiri Pak Hasan—Ketua Dewan Pembina Yayasan Abul Yatama Semarang. Sebagaimana yang diberitahukan dalam undangan yang saya terima.

Selama ini saya mengenal Pak Hasan sangat memperhatikan disiplin waktu. Paling sering saya jumpai, ketika beliau memberi sambutan. Hampir selalu pegang jam tangan. Untuk mengingat diri agar tidak melebihi batas waktu yang telah diatur dalam jadwal.

Atas pertimbangan itulah, saya mengajak Bu Wiwik berangkat lebih gasik: 12.45. Eh, ternyata! Saya yang justru belum bisa memenuhinya.

Tiba di lantai 3 saya lihat jam. Alhamdulillah, belum pukul 13.00. Masih sekitar 5 menit lagi. Saya merasa lebih tenang. Lalu kami masuk ruang pertemuan. Masyaallah, ternyata Pak Hasan sudah hadir. Beliau sudah duduk di barisan terdepan.

“Ternyata saya masih lebih telat,” batin saya.

Semestinya saya hadir lebih gasik, mendahului Pak Hasan. Begitulah asas kepatutan yang saya pahami. Dan ternyata pemahaman saja masih belum cukup. Faktanya, walau saya sudah paham, masih tetap lebih telat. Mungkin perlu satu lagi: latihan dengan sungguh-sungguh.

Di Al-Qur’an begitu banyak ayat yang menyebut tentang masalah waktu. Itu saya pahami sebagai pesan tentang pentingnya disiplin waktu.

Meski belum bisa melakukannya, saya masih sangat bersyukur. Saya dipertemukan dengan orang-orang yang sangat memperhatikan disiplin waktu. Semoga saya dimudahkan menirunya. Terima kasih, Bu Wiwik. Terima kasih, Pak Hasan. (A1)

Bagikan:
Scan the code