“Bu Eva, besok berangkat jam berapa?” tanya saya memastikan.

“Saya usahakan, sebelum jam 06.15 sudah tiba di SMAIH, Bu,” jelas Bu Eva.

Oke, Bu.”

Kamis (20/2/2025) sebanyak 24 murid kelas 1 ditunjuk menjadi player escort—pendamping pemain futsal menjelang pertandingan dimulai/tepat saat pembukaan pertandingan.

Hari itu, murid-murid langsung njujug ke SMAIH. Begitu pula saya dan Bu Eva. Sedangkan Pak Kukuh tetap menuju ke SDIH 02. Berjaga-jaga, barangkali ada anak kelas 1 yang tiba di sana. Baca juga: Penyelamat.

Bu Eva tiba terlebih dahulu. Disusul saya. Sepuluh menit berlalu, satu per satu murid-murid mulai berdatangan. Muti, murid yang pertama tiba. Bu Eva mengarahkan Muti untuk menaruh tasnya di musala. Tanpa ba-bi-bu, Muti langsung turut mengarahkan teman-temannya yang silih berdatangan.

“Teman-Teman, mainnya sampai tong sampah itu, ya,” pesan Bu Eva, sembari menunjuk batas area bermain.

Murid-murid pun mengikuti arahan sang guru dengan antusias.

“Kami insan Hidayatullah … Bersama merajut cita …,” gema “Mars Hidayatullah” di seantero  SMAIH.

“Bu, ini masuk?” tanya seorang murid. Jarum jam menunjukkan pukul 06.48.

“Belum, Nak. Masih sepuluh menit lagi.”

Masyaallah. Anak-anak makin terbiasa dengan rutinitas yang ada di SDIH 02. Membuat suasana pagi itu terasa lebih hangat dan penuh semangat.

Pukul 07.00 tepat, kapten memimpin doa. Kemudian dilanjutkan dengan tahfiz. Masih ada beberapa menit sebelum acara pembukaan. Murid-murid diberi kesempatan untuk bermain.

Acara pembukaan direncanakan berlangsung pukul 07.15—07.30. Anak-anak sudah berbaris di lorong depan musala. Jumlah yang dibutuhkan untuk player escort hanya 24 murid. Sementara seluruh murid kelas 1 berjumlah 32. Hari itu, hanya 27 anak yang hadir. Artinya, tiga anak belum berkesempatan menjadi player escort.

***

“Teman-Teman, tadi setelah kalian makan jajan, tempatnya bersih atau kotor?” pancing saya sebelum pelajaran.

“Kotor, Bu!” jawab murid-murid serempak.

“Iya. Kotor banget. Tapi, Anak-Anak tadi sudah hebat, lo! Karena sampah plastiknya sudah dibuang pada tempatnya. Nah, yang bikin kelihatan kotor itu apa?” saya bertanya lagi.

“Rontokan mi!”

Yap. Betul sekali. Usai menjadi player escort, murid-murid diberi snack oleh panitia SMAIH. Snack-nya berupa jajanan ringan yang dibungkus dalam plastik. Di antaranya: snack mi Enaak.

“Nah! Tadi, sebelum Anak-Anak makan di sana, tempatnya, kan, bersih? Sebelum kita pulang tempatnya juga harus bersih. Karena kita di sana sebagai tamu. Kan, malu kalau tempatnya jadi kotor setelah kita pakai? Kira-kira, nih! kalian malu enggak kalau tempatnya malah jadi kotor?” tanya saya.

“Malu, Bu,” jawab mereka serempak.

“Soalnya, nanti yang terkena tidak hanya kita saja. Tapi nama baik sekolah kita juga,” terang saya. “Itu, dari sekolah mana, ya? Kok tempatnya malah jadi kotor?” imbuh saya menirukan suara komentator.

“Akhirnya Bu Guru punya ide untuk menyapu tempat tersebut agar kembali bersih lagi. Alhamdulillah, ada salah satu di antara kalian yang membantu Bu Guru. Jadi, nama baik kelas kita diselamatkan teman kalian, deh. Tidak hanya nama baik kelas kita. Tapi juga nama baik sekolah kita. Padahal, anak ini tidak ikut makan mi, lo!” jelas saya. “Ada yang tahu siapa yang dimaksud Bu Guru?”

Murid-murid menebak dengan antusias. Namun, tebakan mereka belum tepat sasaran.

“Terima kasih banyak, Nirmala. Berkat kebaikan Nirmala, nama baik kelas kita terselamatkan. Hari ini Bu Guru bersyukur sekali. Semoga kebaikan Nirmala ditiru sama Teman-Teman juga, ya,” sambung saya. Berharap tiap anak dapat mengambil ibrah berharga dari  kejadian tersebut.

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code