“Ustazah, ini bacanya apa?” tanya seorang murid, menghampiri saya sambil menyodorkan buku jilid 1 miliknya.

***

Senin (3/2/2025) saya sampai di sekolah lebih awal dari biasanya. Belum banyak murid yang datang. Bahkan, belum ada murid kelas 2 yang datang sebelum saya. Saya meletakkan ransel dan tas bekal saya. Tak berselang lama, seorang murid masuk ke ruang kelas 2. Ia tidak memakai seragam, tetapi mengenakan busana muslim sopan dan rapi.

As-salāmu ˋalaikum, …” ucapnya.

Wa ˋalaikumus-salām wa ramatullāhi wa barakātuh,” jawab saya.

“Saya duduk di mana, Ustazah?” tanyanya.

“Di sana. Yuk, Bu Guru tunjukkan,” jawab saya sembari mengiringinya ke tempat duduk. Ia mengikuti.

“Ditata dulu, ya, barang-barangnya,” saran saya.

“Iya, Ustazah,” responsnya.

Sebelumnya, saya belum pernah berinteraksi dengannya. Hanya saja, menurut informasi dari Ustazah Layla, ia adalah murid baru kelas 2. Namanya Shelo. Semula Shelo bersekolah di GIS (Global Inbyra School) Tegal.

“Teman-teman mana, Ustazah?” tanyanya bingung karena belum ada murid kelas 2 yang datang.

“Belum datang, Shelo.”

“Memang biasanya mereka datang jam berapa?”

“Mungkin sebentar lagi datang. Shelo tunggu dulu, ya.”

Shelo mengiyakan.

Tak berselang lama, satu per satu murid mulai berdatangan.

Saya meninggalkan Shelo. Saya ingin menunaikan salat Duha. Selain itu, saya juga ingin memberinya kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-teman barunya.

Usai salat Duha, saya kembali ke kelas. Saya lihat Shelo sudah mengobrol dengan teman-teman barunya. Syukurlah, saya lega. Berarti, Shelo anak yang mudah berbaur. Baru saya tinggal sebentar, ia sudah berinteraksi dengan banyak teman.

Singkat cerita, Shelo bergabung di majelis mengaji saya. Bertempat di ruang kelas 2. Total murid di majelis saya menjadi lima anak. Nafiza dan Tristan mengaji jilid 5, Aya jilid 4, dan Shelo jilid 1. Wah, makin heterogen kelompok mengaji saya. Saya sempat kebingungan. Bagaimana saya bisa membagi waktu 60 menit untuk lima murid yang berbeda jilid? Akhirnya saya bertanya kepada Ustazah Layla tips mengajar mengaji yang jitu untuk mengajari mereka. Setelah mendapatkan jawaban dari Ustazah Layla, saya makin mantap untuk mengajar mengaji. Sekaligus ini tantangan baru bagi saya. Shelo menjadi ladang jihad baru bagi saya.

Pertemuan pertama Shelo dimulai dari bunyi “a-ba”. Saya kenalkan huruf dan cara membacanya. Tidak membutuhkan banyak waktu, Shelo terampil di kedua bunyi tersebut. Saya ingin melanjutkan ke halaman selanjutnya, tetapi waktu mengaji hampir habis. Saya urungkan niat saya.

Pada pertemuan ketiga Shelo murajaah bunyi a, ba, ta, dan a. Karena Shelo belum terampil, saya memintanya untuk mengulang halaman yang sama, nanti, jika sudah sampai gilirannya. Lantas Shelo meminta izin untuk berjalan-jalan di dalam ruangan. Saya mengizinkan. Saya memang memperbolehkan murid untuk berdiri atau berjalan sembari menunggu giliran membaca, sekaligus agar mereka bisa murajaah mandiri tanpa merasa bosan.

Saya sedang fokus menyimak Aya. Tiba-tiba Shelo menghampiri saya.

“Ustazah, ini bacanya apa?” tanya Shelo sambil menunjuk salah satu huruf.

“Ini bacanya “ja”, ya,”

Oke, Ustazah, terima kasih.”

“Sama-sama.”

Shelo melanjutkan murajaah mandiri.

Seketika saya tertegun kagum kepadanya. Padahal saya hanya memintanya untuk mengulang bacaan di halaman yang sama. Lantas ia berinisiatif menanyakan bacaan di halaman selanjutnya. Agar ia bisa memanfaatkan waktu untuk menambah murajaah mandiri. Saya kagum sekaligus bangga atas inisiatif Shelo. Keberaniannya untuk bertanya dan berusaha memahami lebih banyak, menunjukkan bahwa ia anak yang memiliki semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi.  Sepertinya tak ada kata malu untuk belajar bagi Shelo.

Semangat, Shelo!

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code