Pagi itu, matahari masih bersembunyi di balik awan. Angin sepoi-sepoi membelai daun-daun di sepanjang jalan, membuat udara makin sejuk. Tak terasa 25 menit berlalu, perjalanan saya dari rumah ke Sekolah.
Saya melangkah masuk ke kelas dengan senyum mengembang, beberapa murid menghampiri untuk salim.
Di sudut kelas, beberapa anak sudah asyik bercengkerama. Saya menaruh tas di kolong meja, lalu meraih botol minum dan mengisinya di galon yang tersedia di kelas.
Tiba-tiba, langkah kecil mendekat. Ia berhenti tepat di hadapan saya. Langkah saya pun terhenti dan menatapnya.
“Bu, maaf, ya, jurnalnya hilang,” ucap Kaisar sembari menyodorkan selembar kertas.
Raut wajahnya menunjukkan rasa penyesalan. Matanya sedikit menunduk, seolah takut saya kecewa. Saya menerima kertas itu dengan lembut. Kosong. Saya membaliknya, dan seketika mata saya membesar.
“Masyaallah, Mas Kaisar keren!” seru saya spontan.
Kaisar menatap saya dengan tersenyum kecil.
“Ini yang membuat siapa, Mas?” tanya saya, masih takjub.
“Mama,” jawabnya lembut.
Saya menatap kertas itu sekali lagi. Mama Kaisar telah menirunya semirip mungkin. Garis tabel dan tulisannya rapi. Baik Kaisar maupun mamanya tak ingin melewatkan satu pekan yang berharga itu. Jurnal PPK, sebagian orang tua menganggapnya itu sebagai senjata.
“Wah, mamanya Mas Kai kreatif, ya,” puji saya seraya melempar senyum haru.
Kaisar tampak senang tapi juga malu. Ia menggoyang-goyangkan badannya ke kanan dan ke kiri, lalu mencubit-cubit jarinya.
“Terima kasih, ya, Mas Kai,” ucap saya dengan penuh apresiasi.
“Sama-sama, Bu,” balasnya dengan suara pelan namun penuh rasa bangga.
Hari itu saya belajar sesuatu. Jurnal yang hilang bukan penghalang bagi Kaisar. Justru ia menemukan cara lain untuk tetap bertanggung jawab. Tidak sendirian, tapi dengan bantuan sang bunda. Ada kerja sama yang indah di sana.
Saya sangat mengapresiasi usaha mama Kaisar. Dukungan orang tua seperti ini sangat berarti bagi anak-anak, juga bagi kami. Semoga ini bagian dari ikhtiar kita untuk menumbuhkan karakter yang baik.