Sabtu pagi (14/09/2024), acara akbar digelar. Festival Anak Saleh (FAS). Penyelenggaranya SD Islam Hidayatullah dan SD Islam Hidayatullah 02. Panitia diminta hadir pukul 06.30. Kesibukan begitu kentara. Orang-orang berlalu-lalang mengejar waktu untuk menuntaskan tugas masing-masing. Sebab, pukul 07.00 acara dimulai.
Saya menuju gedung baru SDIH 02. Masih sepi. Seorang tukang berusia paruh baya menghampiri.
“Ini sekolahan paling bagus yang pernah saya lihat, Bu. Bangunannya bagus dan kuat,” tutur Pak Tukang.
Saya mengiakan. Perbincangan berlanjut seputar detail gedung.
Lima menit berselang, Pak Wafiq datang. Sejurus kemudian, Pak Kambali juga datang. Saya serahkan diska lepas berisi fail video dokumentasi murid-murid kepada Pak Wafiq. Pak Kambali dan Pak Wafiq berkutat dengan televisi yang telah disiapkan sebelumnya. Saya pun menyiapkan hal-hal yang perlu disiapkan. Arloji yang melilit di pergelangan tangan saya sudah menunjukkan pukul 07.25. Saya menyudahi aktivitas saya di gedung baru berlantai empat itu.
Lapangan futsal sudah dipenuhi mobil. Bahkan, pintu masuk menuju gedung baru pun terhalang oleh mobil. Saya mengejar pemilik mobil. Di saat yang sama, Valda dan kedua orang tuanya juga tengah berjalan menuju tempat kegiatan. Saya hampiri sejenak. Valda salim. Saya segera pamit kepada ibunya Valda.
“Mohon maaf, Pak, mobil Bapak menghalangi pintu masuk,” jelas saya sembari mengatur napas.
“Tapi, tadi saya diarahkan satpam untuk parkir di situ, Bu,” respons pemilik mobil.
Saya pun tahu diri. Bapak ini tidak salah karena tidak tahu. Saya melanjutkan langkah saya. Setelah melewati gazebo, saya belok kanan menuju hall lantai 1. Stan-stan sudah berjajar.
“Bu Wiwik!” seru seorang anak.
”Eh, Mas Deva.”
Deva sedang duduk di kursi menikmati makanannya. Deva mengulurkan tangannya untuk salim.
“Eh, ada Mas Rafka dan Adik juga.”
Ketiga saudara itu menemani sang bunda. Ibunda mereka turut membuka stan di bazar FAS. Setelah beramah-tamah sejenak, saya mengajak Deva menuju kelas 2B. Deva merupakan murid kelas 3. Pagi ini ia dan teman-teman sekelasnya turut mengisi acara FAS. Mereka akan menampilkan tembang “Gugur Gunung”.
“Bu, tadi saya melihat banyak “sapi”,” lapor Deva.
“Oh, ya? Jangan ditiru, ya, Nak.”
“Iya, Bu. Tadi saya makan sambil duduk,” jelas Deva.
“Alhamdulillah. Mas Deva keren!”
“Sapi” yang dimaksud Deva adalah orang-orang yang makan atau minum sambil berdiri, bahkan berjalan. Situasi semacam ini—semua orang bebas keluar-masuk lingkungan sekolah, beraneka makanan dan minuman dijual, banyak orang dengan berbagai latar belakang—merupakan tantangan dan ujian sesungguhnya bagi murid-murid. Sanggupkah mereka mempertahankan keyakinan untuk menjaga adab?
Setiba di kelas 2B, Naren dan tantenya sudah datang mendahului saya. Disusul beberapa anak lain. Fillio datang dengan membawa segelas es cokelat. Setelah salim, ia pun duduk di dekat Haqqi dan Adit. Tangan kanannya memegangi sedotan. Fillio menyeruput es-nya.
“Ahhh, segerrr!”
Saya mengamati Fillio dari awal ia masuk ruangan hingga saat ia minum. Lega rasanya. Fillio ternyata tetap mempertahankan adab minum yang baik.
Terima kasih, Deva dan Fillio. Interaksi singkat ini sangat mengesankan sekaligus membanggakan. Kalian rela bersabar menunda menikmati makanan dan minuman yang diidamkan demi menjaga adab yang disunahkan Nabi. Pantang makan dan minum sebelum duduk. Pantang makan dan minum seperti sapi. (A2)