“As-salāmu ̒alaikum, Pak Kambali.”
“Wa ̒alaikumus-salām, Pak Agil. Alhamdulillah, terima kasih kehadirannya, Pak.”
“Maaf, saya terlambat, Pak.”
“Mboten menapa, Pak. Monggo, kita bertemu Pak Umar, Ketua Yayasan, terlebih dahulu.”
Saya bersalaman dengan Pak Agil. Sengaja belum saya lepaskan tangan beliau, hingga beliau saya pertemukan dengan Pak Umar.
“Niki Ketua Komite SD 02 (SD Islam Hidayatullah 02), Pak Umar.”
Pak Agil bersalaman dengan Pak Umar. Lalu dengan Pak Eko, yang berada di samping Pak Umar. Lalu bersalaman dengan sejumlah orang di dekat Pak Umar.
Sabtu (14/09/2024) pagi itu saya ikut di belakang Pak Hasan, Pak Umar, dan para tamu undangan, meninjau pembangunan gedung baru SD 02. Peninjauan itu dilakukan setelah Pak Hasan menyampaikan sambutan pada acara Festival Anak Saleh. Festival ini diselenggarakan oleh SD 01 (SD Islam Hidayatullah) dan SD 02. Bertempat di lapangan dan gedung SD 01.
Baca juga: Seperti Sapi
Usai sambutan Pak Hasan, pembawa acara mempersilakan tamu undangan untuk maju ke panggung. Foto bersama Pak Hasan. Pemotretan berakhir. Pak Hasan, Pak Umar, dan para tamu undangan menuju ke gedung baru SD 02.
Di gedung baru, Pak Hasan memberi penjelasan mengenai berbagai hal tentang gedung baru SD IH 02.
Saya mendengarkan penjelasan Pak Hasan dengan saksama. Kehadiran Pak Agil sempat membuyarkan perhatian saya, tetapi sekaligus membuat saya lega. Pak Agil berkesempatan mendengar langsung penjelasan dari Pak Hasan. Meskipun Pak Agil tidak bisa mengikuti dari awal, saya tetap mensyukurinya. Apalagi di akhir sesi, Pak Agil juga berkesempatan bicara saat Pak Hasan membuka sesi tanya jawab.
Saat peninjauan memang para pekerja bangunan masih tetap menjalankan tugasnya. Tidak diliburkan. Sebagai salah satu ikhtiar agar pembangunan dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah direncanakan. Maka, peninjauan hanya dilakukan hingga 2 lantai—gedung baru SD 02 ini terdiri atas 4 lantai.
Salah satu penjelasan Pak Hasan yang sangat mengesankan saya adalah tentang rencana tulisan di ruang lobi.
“Bapak Ibu, di sebelah sini nanti akan ada tulisan Hażā min faḍli rabbī liyabluwanī a asykur am akfur,” jelas Pak Hasan.
“Jadi, gedung ini adalah anugerah dari Allah. Bukan karena kehebatan Yayasan. Bukan karena kehebatan saya. Bukan karena Kepala Sekolah. Bukan karena guru. Bukan pula karena kehebatan Bapak Ibu wali murid. Namun, ini murni anugerah dari Allah. Dan anugerah itu sebetulnya adalah ujian. Apakah kita bersyukur atau malah, na’ūżu billāh, kufur terhadap nikmat Allah,” imbuh Pak Hasan.
Saya—sebagai Kepala SD 02—sangat gembira atas pembangunan gedung baru yang hampir selesai ini. Namun, bagaimanakah saya menyikapinya? Itulah yang justru sangat penting. Mengabaikan kualitas ataukah meningkatkan kualitas pembelajaran murid-murid.
Maka, begitu mendengar penjelasan Pak Hasan, saya merasa mendapat tantangan yang luar biasa. Dan di sisi lain, sekaligus saya merasa adem. Bukankah yang disitir Pak Hasan adalah Al-Qur’an (An-naml: 40)? Jika demikian, mengikutinya pastilah beruntung—tidak mungkin rugi. Bukankah Al-Qur’an wahyu dari Allah? Saya sangat yakin, Allah tidak mungkin membebani manusia kecuali sesuai dengan kemampuannya. (A1)
Baca juga: Akhlak