Pagi hari yang cerah. Di depan kelas, anak-anak menunggu apel pagi dengan riang gembira. Musik pengiring membuat siapa pun bertambah ceria ketika mendengarnya. Tak berselang lama, suara bel menyahutnya. Seluruh anak segera berbaris di depan kelas masing-masing untuk apel pagi, kemudian masuk kelas untuk mengikuti tahfiz pagi.

Tahfiz pagi telah selesai. Saatnya pelajaran BAQ kelas 1. Anak-anak dengan semangat menata meja mengaji dan bersiap untuk mengikuti BAQ. Saya membuka pelajaran BAQ dengan salam. Kemudian dengan memberikan  beberapa pertanyaan untuk anak-anak.

“Siapa yang sudah belajar?” tanya saya.

“Saya!” jawab anak-anak dengan antusias sambil mengangkat tangan.

Beberapa anak bergantian bercerita tentang keadaan belajarnya. Ada yang bercerita bahwa belajarnya kemarin sore, ada yang ditemani ibunya, ada yang belajarnya sampai dua kali, dan lain sebagainya. Aqilaa, salah seorang anak yang terakhir bercerita, “Ustaz, tadi malam saya belajarnya sambil video call-an sama Ibu.”

Loh, kenapa sambil video call-an, Nak?” tanya saya heran.

“Soalnya, Ibu lagi di Bandung, Ustaz.”

“Ibu sedang ada acara apa, Nak?” tanya saya.

Nemenin muridnya yang mau lomba,” jawab Aqilaa.

“Murid? Oh, iya, ibunya Aqilaa seorang guru, ya?” batin saya, baru ingat bahwa ibunya Aqilaa seorang guru.

“Oh, begitu? Bagus, Nak! Bagaimana pun tetap istikamah belajar, ya,” balas saya.

Mendengar cerita dari Aqilaa, saya merasa takjub. Aqilaa telah berusaha tetap menjaga keistikamahannya untuk selalu belajar  mengaji di rumah. Bahkan dalam keadaan bagaimana pun. Memang, dalam menjaga keistikamahan membutuhkan ikhtiar yang lebih. Dan Aqilaa pada waktu itu telah melakukannya.

Bagikan:
Scan the code