“Teman-Teman, tadi saat istirahat Bu Guru sangat bersyukur sekali. Ada salah satu di antara kalian yang menghampiri Bu Guru dan bercerita kalau nyawa wudunya sudah habis. Ia menyampaikan sendiri, lo. Bu Guru sempat kaget tadi,” terang saya sebelum mempersilakan anak-anak ke tempat wudu. “Terima kasih, ya, Haqqi! Keren, lo, itu! Haqqi bisa menjaga kepercayaan dari Bu Guru. Tandanya Haqqi bisa dipercaya. Semoga kebaikan Haqqi ini ditiru oleh Teman-Teman, ya,” puji saya.
Sebelumnya, dahulu di kelas 2 anak-anak sudah lulus tes rukun dan sunah wudu. Dan di kelas 3 sekarang, anak-anak diarahkan untuk wudu mandiri. Meskipun wudu mandiri, Bapak/Ibu Guru tetap mendampinginya di tempat wudu bagian paling ujung.
Dalam berwudu, setiap anak diibaratkan punya tiga “nyawa”. Sekali melakukan kesalahan, ia kehilangan satu “nyawa”. Di antaranya, membasuhnya belum rata/berlebihan, buru-buru, dan tidak bersegera. Kesalahan tersebut dicatat Bapak/Ibu Guru di grup WA dan berlaku tanpa batas waktu. Berarti, kalau ia sudah melakukan kesalahan tiga kali, “nyawa”-nya habis. Sehingga anak tersebut kembali dari awal, yaitu pembimbingan wudu secara mandiri. Setelah pembimbingan dirasa cukup, dilanjutkan dengan tes wudu bersama Pak Kambali.
***
Bel istirahat berbunyi. Para murid kelas 3 bersegara menuju kelas untuk menikmati bekal mereka.
“Bu, nanti aku wudunya sama Bu Guru lagi, kan?” tanya Haqqi di sela-sela istirahat. Ia menghampiri meja saya.
“Memang Haqqi habis ngapain?” tanya saya penasaran.
“Lo? Bu Guru enggak dikasih tahu Ustaz Aruf, toh?” Haqqi menanya balik.
Saya gelagapan. Tapi saya berusaha memasang raut muka seolah saya tahu apa yang dimaksud Haqqi. Memang ada apa?
“Sebentar. Bu Guru cek hp dulu, ya,” pinta saya.
Saya segera membuka grup WA tim kelas 3. Di sana terdapat laporan mengenai wudu dan salat anak-anak sehari-hari. Saya ragu, tanggal 28 Agustus 2024 hanya ada catatan tentang salat Duha. Tidak ada catatan wudu anak-anak. Kemudian, saya amati lebih jeli catatan-catatan tersebut. Ternyata tanggal 5 Agustus 2024 nyawa wudu Haqqi tersisa satu.
Biasanya sebelum anak-anak menuju ke tempat wudu, saya ataupun Ustaz Aruf mengingatkan tentang sisa nyawa. Namun, beberapa hari terakhir saya terlupa mengingatkannya lagi.
“O, ya, bener, Haqqi! Maafin Bu Guru, ya, belum mengecek di hp,” kilah saya. “Terima kasih, Haqqi, sudah jujur! Terima kasih juga, Haqqi, sudah bisa menjaga kepercayaan Bu Guru,” puji saya.
Haqqi tersenyum girang!
Saya penasaran kenapa Haqqi menyampaikan apa adanya. Padahal saya tidak tahu tentang nyawa wudu Haqqi yang sudah habis, karena Ustaz Aruf belum menyampaikan di grup WA. Bisa jadi Ustaz Aruf terlupa menyampaikan karena padatnya aktivitas beliau.
“Memang waktu itu Haqqi ngapain, sih?” kejar saya lagi.
“Jadi, nyawaku kan sisa satu, toh, Bu. La, kemarin waktu basuh kepala aku, tuh, begini. Karena saat itu rasanya panas, Bu,” jawab Haqqi sembari mempraktikkannya. Ia membasuh kepala secara berlebihan. “Terus nyawaku habis, deh,” lanjutnya.
Masyaallah. Terima kasih, Haqqi! Semoga Allah mudahkan Haqqi untuk istikamah berbuat kebaikan. Amin.