Setelah merefleksi jurnal PPK, dilanjutkan pelajaran Bahasa Indonesia. Kali ini anak-anak diminta menebalkan dan menyalin garis bergelombang di LK garis tiga.
Selang beberapa menit kemudian, beberapa anak melaporkan hasil garapannya. Setelah banyak yang selesai, saya dan Bu Wiwik mempersilakan anak-anak yang sudah selesai untuk makan. Meminimalisasi anak-anak bermain dengan ramai di kelas.
Saya menyusuri kertas penilaian, ada dua anak yang masih kosong nilainya. Vier dan Hamka.
Hamka saya panggil. Ia lantas mengumpulkan LK-nya sembari memasang raut wajah sedih. Saya berusaha meyakinkannya kalau ia belum terlambat.
Hamka kembali ke tempat duduknya. Saya mendapatinya menangis di kursinya. Saya hampiri lalu saya tanya, “Hamka kenapa?”
Hamka belum sanggup menjawab.
“Mas Hamka sedih, karena selesainya terakhir?” sambung saya.
Hamka mengangguk. Saya berusaha menenangkannya supaya ia tak berkecil hati.
“Mas Hamka sekarang makan dulu, ya. Nanti waktu istirahatnya keburu habis, lo.”
Raut wajahnya masih tampak sedih, tapi air matanya sudah surut.
Saya berjalan meninggalkannya, namun pandangan saya masih belum lepas dari Hamka. Ia mengeluarkan kotak bekalnya. Luar biasa! Hamka tidak lupa berdoa sebelum makan. Meski masih dengan napas yang sedikit sesak usai menangis. Namun ia tak melupakan adab makan yang seharusnya. Mungkinkah karena sudah menjadi kebiasaan? Apa pun itu, Hamka keren!
Masya Allah nak hamka Semoga selalu dalam lindungan Allah, istiqomah dalam kebaikan
Meskipun sempat bersedih, Hamka tidak lantas lupa berdoa sebelum makan. Hamka tetap menjalankan adab.
Keren, Mas Hamka. Secara tidak langsung Mas Hamka sudah mengamalkan adab yang bapak ibu guru ajarkan di sekolah.