Tahun ajaran kali ini berbeda dengan sebelumnya. Salah satunya adalah pola makan siang yang Sekolah terapkan. Yaitu prasmanan. Seluruh siswa dipersilakan mengambil sajian makanan yang telah dihidangkan dengan secukupnya. Tentu hal ini menjadi tantangan besar untuk siswa maupun Bapak/Ibu Guru. Bagi siswa, belajar menahan diri dari sikap tamak dan berupaya untuk kanaah. Bagi Guru, menguatkan dan memahamkan atas dua sikap tersebut menjadi hal yang utama.

Alhamdulillah, siswa kelas 2 cukup paham dan mampu berupaya melaksanakannya. Rangkaian makan siang diawali mencuci tangan, menyiapkan alas makan, membaca doa sebelum makan, dan menyantap buah. Yap, menyantap buah menjadi syarat diperbolehkannya siswa untuk mengambil makan siang. Sedikit memaksa, sih. Tentu dengan pertimbangan tidak adanya efek samping kesehatan pada anak. Namun, hal ini menjadi ajang siswa untuk mencoba serta ber-tafakkur bahwa buah merupakan ciptaan Allah yang banyak manfaatnya. Vano misalnya. Tidak semua buah dia suka. Sangat pemilih. Namun, siapa sangka? Dia mau mencoba buah pepaya, meski gigitan demi gigitan sesekali sambil memejamkan matanya. Saat menyantap buah naga, Vano sangat lahap. Bahkan dia mampu memengaruhi teman lain dengan berseru, “Enak, lho,” sambil menghabiskan buahnya.

Beda halnya dengan Vira. Semua buah tidak dia sukai. Dia sempat hampir mual ketika mencoba buah pepaya. Bahkan melon, pisang, dan buah naga. Melihat keadaan ini, Ibu/Bapak Guru  tidak memaksa Vira untuk menghabiskannya. Syarat untuk mengambil makan siang menjadi gugur.

Lain hal dengan Vira dan Vano. Gibran, salah satu siswa pencinta buah. Dia selalu penasaran buah apa yang menjadi sajian siang itu. Tidak hanya itu, dia menyantap makan siangnya dengan lahap. Sesekali Gibran diingatkan Bu Layla agar tidak bicara saat makan.

“Mas Gibran, makanannya dihabiskan dulu, bicaranya nanti,” ingat Bu Layla.

Gibran beberapa hari menyelesaikan makan siangnya cukup terlambat. Bu Layla memberikan waktu untuk makan siang sampai jarum panjang jam dinding di angka 9. Tepatnya pada pukul 12.45. Dia menyelesaikannya sampai pukul 12.50. Tentu menjadi urutan terakhir. Siswa lain sudah bersiap untuk doa sesudah makan, dia baru akan mencuci piringnya. Hal itu dilakukan Gibran pada tiga hari pertama makan dengan pola prasmanan. Tepat hari keempat, Bu Layla memberi Gibran tantangan untuk menyelesaikan makan siangnya tepat waktu.

Ups, Gibran menyepakati tantangan dari Bu Layla. Angin segar meniupkan kegembiraan di hati Bu Layla.

“Oke, Bu Layla tunggu besok, ya, Nak,” ucap Bu Layla.

Gibran mengangguk, tanda siap. Esok harinya, tepat di hari keempat. Bu Layla melihat Gibran sangat antusias menyelesaikan makan siangnya. Dia tampak tidak berbicara sedikit pun, baik dengan teman samping kanan dan kirinya maupun yang ada di depannya. Apa yang terjadi?

Dia selesai makan siang tepat pada jarum panjang jam dinding di angka 8. Dia lebih awal dari sebelumnya. Bahkan bersamaan dengan Rama, yang setiap hari memang selalu awal menyelesaikan makan siangnya. Bu Layla mengacungkan jempolnya kepada Gibran, tanda apresiasi. Kondisi itu berjalan hingga hari keenam, bahkan hari ketujuh. Meski Gibran selalu menanyakan kompensasi apa yang akan dia dapat. Bu Layla masih tetap menahan diri untuk tidak menyampaikan, hingga saat yang tepat.

“Keistikamahan Mas Gibran yang Bu Layla tunggu,” ucap Bu Layla.

Gibran mengangguk sambil tersenyum kecil.

“Bu Layla sedang belajar dengan Mas Gibran, sama, kok. Bu Layla juga sedang belajar istikamah. Meski susah dan berat, Bu Layla tetap terus berani mencoba seperti Mas Gibran. Karena yang susah dan berat itu pahalanya lebih besar, lho,” ucap Bu Layla.

Gibran menjawab dengan senyuman kecil sambil berjalan menuju selasar. Terima kasih, Gibran. Sudah memberikan pelajaran besar untuk Bu Layla. Kita bersama untuk berupaya istikamah, ya, Nak.

Bagikan:
4 thoughts on “Berani Mencoba”
  1. Fourweekmba This is really interesting, You’re a very skilled blogger. I’ve joined your feed and look forward to seeking more of your magnificent post. Also, I’ve shared your site in my social networks!

  2. masyaallah semoga kita semua senantiasa istikomah dalam hal kebaikan.

  3. Masyaallah, semoga Gibran selalu istikamah dalam menjalankan challenge dari Bapak Ibu Guru. Bukan hanya karena ingin hadiah atau apa, melainkan diniatkan dengan berproses menjadi lebih baik.

Comments are closed.

Scan the code