Rangkaian kegiatan salat Zuhur berjemaah telah usai. Murid-murid bergegas menuju kelas masing-masing. Tampak Ridho—murid kelas 2—mengangkut lima tumpukan lepak makan berisi katering makan siang. Naufal membantu membukakan pintu.

“Sungguh pemandangan yang menyejukkan mata di tengah teriknya siang ini”, senandika Bu Wiwik.

Bu Wiwik mengacungkan jempol kanannya kepada Ridho dan Naufal sambil berlalu menuju ruang kelas 1.

Di kelas 1, tampak murid-murid tengah mempersiapkan diri untuk makan siang. Mereka mengambil lepak katering dan minum, lalu duduk di kursi masing-masing. Bu Wiwik mengamati kelas. Pandangannya tertuju pada meja kelompok Lavender. Kelompok tersebut beranggotakan Keenan, Nafiza, dan Rara. Meski anggotanya hanya tiga anak, meja kursi yang disediakan ada empat. Hal ini dilakukan demi efektivitas.

Setiap awal pekan, posisi duduk tiap kelompok bergeser ke posisi kelompok sebelahnya. Jumlah murid kelas 1 ada 21 anak. Ke-21 anak tersebut dibagi dalam enam kelompok, sehingga terdapat tiga kelompok yang beranggotakan 4 anak dan tiga kelompok lainnya beranggotakan 3 anak.

Bu Wiwik duduk membersamai kelompok Lavender. Ia menyengaja duduk di sana. Selain karena masih ada satu kursi tersisa, posisi kelompok Lavender yang berada di belakang membuat Bu Wiwik jadi lebih leluasa mengamati seluruh kelas. Bu Wiwik duduk di sebelah kanan Rara. Di depan Rara, ada Keenan. Sementara, Nafiza berada di depan Bu Wiwik.

Kapten Bintang memimpin doa sebelum makan. Murid-murid mengikuti aba-aba kapten.

“Rama!” panggil kapten.

Rama segera memperbaiki sikapnya. Ia mengangkat kedua telapak tangannya.

Anak-anak menyantap makan siang mereka. Menu hari ini: nasi, ayam, cah wortel dan sawi, serta jus sirsak.

“Aku minum jusnya nanti, ah!” kata Rara sembari menyisihkan jus sirsaknya.

Rara sudah selesai makan. Ia tidak menghabiskan makanannya.

“Sudah kenyang, Bu,” jawab Rara ketika ditanya alasan tidak menghabiskan jatah kateringnya.

Setiap murid yang telah selesai makan berkewajiban memperlihatkan lepaknya kepada guru.

Lo, Mas Gibran kok enggak makan?” tanya Bu Eva ketika Gibran menunjukkan lepaknya.

“Saya tidak suka, Bu,” respons Gibran.

“Dicoba dulu, ya, Gib. Sedikit tidak apa-apa, yang penting Gibran makan. Ayo, dimakan dulu semampunya,” respons Bu Eva memotivasi Gibran.

Gibran menuruti kata gurunya. Meski terlihat enggan, Gibran berusaha menyantap makanannya.

Lain halnya dengan Keenan dan Nafiza. Kedua murid ini hampir selalu menghabiskan makanan yang disajikan. Keenan memperlihatkan lepak kosongnya kepada Bu Wiwik.

“Masyaallah, Mas Keenan hebat!”

Hampir sebagian besar murid sudah menyelesaikan makan mereka. Hiruk-pikuk lalu-lalang murid-murid mulai terlihat. Mereka mengembalikan lepak katering, lalu memakai kaus kaki. Sembari menunggu, ada yang sekadar bercengkerama dengan teman-temannya, ada pula yang membaca buku.

Sebuah pemandangan menyejukkan kembali terjadi. Bu Wiwik mengamati ada seorang anak yang mengangkat keranjang berwarna hijau. Keranjang itu digunakan untuk meniriskan lepak bekal murid-murid yang telah dicuci. Tak hanya itu, anak tersebut juga membagikan setiap lepak kepada pemiliknya. Ia melakukan itu tanpa diminta. Pun tanpa banyak bicara.

“Keenan, ini lepakmu,” ucapnya sambil membawa dua lepak.

Satu lepak diserahkan ke Keenan. Satu lepak lagi ia masukkan ke laci mejanya.

Makasih, Ra,” respons Keenan.

Ya, anak tersebut adalah Rara. Bu Wiwik takjub atas inisiatif dan keikhlasan Rara. Tak hanya itu, Rara hafal siapa pemilik setiap lepak yang ia bagikan. Namun, Bu Wiwik juga merasa penasaran akan satu hal.

“Mbak Rara, itu masih ada satu lepak yang belum terbagi,” selidik Bu Wiwik.

“Iya, Bu, soalnya saya tidak tahu itu punya siapa,” jawab Rara mantap.

“Oh, begitu. Terima kasih, ya. Mbak Rara sudah membantu teman-teman.”

Bu Eva mengajak murid-muridnya duduk di karpet.

“Ini masih ada satu lepak. Punya siapa?” tanya Bu Eva sambil mengangkat lepak bertutup hijau.

“Oh, itu punya saya, Bu,” jawab Vano.

***

Bu Wiwik patut berbangga atas pencapaian murid-muridnya. Kebaikan-kebaikan kecil yang telah lama diajarkan masih istikamah mereka lakukan. Sudah hampir dua bulan berlalu sejak Collaborative Camp diluncurkan di kelas 1, hingga kini anak-anak masih konsisten mencuci tempat bekal. Tak hanya itu, keikhlasan Rara menambah kian panjang daftar kebaikan yang sayang jika tak dikisahkan.

“Terima kasih, anak-anak hebat. Konsisten itu tidaklah mudah. Kalian kembali membuktikan ketangguhan kalian.” (A2)

Bagikan:
173 thoughts on “Keranjang Hijau”

Comments are closed.

Scan the code