Satu per satu jemaah salat Zuhur memasuki musala. Azan siap dikumandangkan oleh salah seorang anak laki-laki yang terjadwal hari itu. Kali ini yang mendapat giliran, kelas 1. Awalnya baru kelas 2. Kini hampir semua siswa kelas 1 sudah mendapat jadwal azan Zuhur.
Menjawab azan dan doa setelah azan pun selesai. Para jemaah yang sudah siap, menunaikan salat sunah kabliah sembari menunggu jika ada yang belum selesai berwudu. Biasanya imam salat akan memastikan semua jemaah telah bersiap, barulah melaksanakan salat Zuhur empat rakaat.
Zikir dan doa selepas salat dibaca bersama-sama. Idealnya, anak-anak bersegera melaksanakan salat sunah bakdiyah setelah doa selesai. Namun, saya melihat ada beberapa anak putri kelas 1 yang masih duduk. Tidak bersergera salat sunah. Saya amati, ternyata mereka masih berdoa. Hal itu mereka lakukan beberapa hari.
Esoknya, saya amati lagi tiga anak itu. Tampak malu-malu, tapi masih melanjutkan doanya. Ada Icha, Shaqueena, dan Elora. Setelah ditelusuri, ternyata mereka meniru apa yang dilakukan oleh kakaknya, Nadia dan Kalynn, kakak kelas 2. Ya, saya mengakui, beberapa minggu sebelumnya, saya mendapati dan menanyai Nadia dan Kalynn tidak langsung berdiri setelah selesai doa bersama. Mereka melanjutkan doa sendiri menggunakan bahasa mereka.
Tentu hal itu jadi kebiasaan yang baik. Artinya, mereka sudah belajar bergantung kepada Allah. Harapannya, jika anak-anak berinisiatif melanjutkan berdoa sendiri, dengan bahasanya sendiri, akan lebih mudah diresapi. Memaknai doa dengan sepenuh hati. Sejatinya, ketika berdoa akan lebih khusyuk jika kita memahami makna doa yang kita panjatkan.
Lagi dan lagi, peran kakak terbukti ampuh. Secara tidak langsung, Nadia dan Kalynn sudah menjadi teladan. Tak perlu capek-capek berteriak. Hanya dengan perilaku, mereka telah berhasil. Saya jadi berguru kepada mereka.