Jumat adalah hari terakhir murid-murid masuk sekolah dalam satu pekannya. Hari tersebut juga terasa singkat membersamai mereka. Ya, karena setiap hari jumat murid-murid kelas 1 maupun kelas 2 dipulangkan pukul 10.30.
Tidak ada yang berubah pada jam pelajaran BAQ, berjalan seperti biasanya. Kelas 1 jadwal mengajinya setelah tahfiz pagi. Seringnya Bu Eva tetap berada di ruang kelas 1 yang kebetulan ruang tersebut juga digunakan mengaji kelompok Ustaz Aruf. Beranggotakan Bintang, Tristan, Rama, Shaqueena, Fathir, dan Mika.
Sebelum Ustaz Aruf tiba di kelas, anak-anak sudah bersiap-siap. Mulai dari mengambil buku ngaji, mengambil meja lipat, menempatkan diri, lalu mengumpulkan buku prestasi. Alhamdulilah mereka juga istikamah mengambilkan peraga dan meja lipat yang akan digunakan ustaz mereka. Tidak tentu siapa yang mengambilkannya.
Hari itu, anak-anak tampak bersemangat. Mika bertanya kepada Bu Eva.
“Ustaz Aruf mana?”
“Masih di kelas 2, tunggu, ya,” jawab Bu Eva.
Hanya berselang beberapa menit Ustaz Aruf tiba. Biasanya jika Mika menanyakan hal tersebut, ia merasa tak nyaman karena teman-temannya bercanda. Mika anak yang lebih suka ketenangan. Mungkin, dengan mulainya mengaji, Mika merasa suasana akan berubah menjadi tidak bising. Hal itu memang pernah diungkapkan Mika kepada gurunya.
“Ustaz Aruf, Mika suka ngaji,” lapornya ketika Ustaz Aruf masuk kelas.
Dua guru yang ada di kelas itu tersenyum sekaligus terharu mendengar pernyataan muridnya yang tak biasa.
Ustaz Aruf memberi kode kepada Bu Eva seakan meminta memperhatikan Mika. Bu Eva langsung merespons. Hanya tawa kecil dalam hati. “Mika Sungguh menggemaskan,” batin Bu Eva.
Bagaimana tidak. Sepanjang mengaji, Mika lebih dari sekadar tertib. Ia tak menoleh atau berbicara sedikit pun selain saat giliran membaca. Pandangannya lurus, tangannya dilipat di atas meja. Wajahnya tanpa ekspresi alias sangat serius. Tetapi Bu Eva menjadi khawatir. Ia jadi tidak menyimak saat giliran temannya yang membaca. Saking inginnya tertib. Lalu Bu Eva dekati Mika.
“Mas Mika, tertib itu tidak harus jadi patung. Yang penting Mika fokus mengaji dan menyimak, ya.”
“Tapi Mika mau tertib,” jawabnya lirih.
“Iya, bagus, Mas Mika. Tapi harus tetap menyimak, ya,” jelas Bu Eva lagi.
Mika hanya mengangguk. Bu Eva menganggapnya paham.
Hari-hari berikutnya, Mika terlihat selalu tertib. Tapi ia sudah berusaha sambil menyimak. Awalnya sempat diingatkan kembali. Bu Eva jadi menyimpulkan kalau Mika memang sungguh-sungguh suka mengaji. Ia sungguh ingin belajar.
Simpulan Bu Eva menemukan bukti penguat.
“Mika kalau di rumah lebih suka mengaji, Bu,” ungkap ibunda Mika.
Ungkapan tersebut disampaikan dalam perbincangan wali kelas dengan orang tua pada momen pembagian LTS (Laporan Tengah Semester) pada Jumat (15/09/2023).
Bu Eva dan Bu Wiwik mendapati pernyataan beberapa anak didiknya yang lain juga yang memiliki kesukaan yang sama dengan Mika. Alasan-alasan mereka pun membuat terharu. Ada yang mengatakan karena ingin memberi mahkota untuk orang tuanya. Masyaallah.
Semangat anak-anak dalam mengaji harus terpelihara dan dimanfaatkan sebaik mungkin. Sayang sekali jika dilewatkan. Karena belum tentu masa-masa ini akan terulang saat sudah dewasa. Saat diri sudah disibukkan dengan kegiatan yang padat. Bukan maksud menggurui, melainkan sekadar menjadi pengingat diri. Semoga Allah senantiasa memelihara semangat anak-anak dalam mempelajari Al-Qur’an.
Semangat Mas Mika untuk tetap fokus saat pelajaran dan bisa menjadi contoh teman-teman lainnya.
MasyaAllah semangat Mas Mika, jangan sampai terpengaruhi ya dengan teman yang sering mengobrol ketika pembelajaran
[…] Baca Juga Artikel Sejenisnya : Harus Terpelihara […]