“Sudah siap?” tanya saya.
“Siap, Pak,” jawab Nadia.
“Alhamdulillah. Ya, silakan dimulai.”
Nadia memulai wudu. Saya mengamatinya. Dari awal hingga akhir. Bukan hanya rukun wudunya saja yang saya perhatikan, melainkan semuanya: rukun dan sunah wudu.
Saat kelas 1, Nadia sudah lulus tes wudu. Saya dan para guru sudah sepakat: di kelas 1 hanya rukun wudu yang diperhatikan. Artinya, bila terjadi kekeliruan pada sunah wudu atau sunah wudunya belum sempurna, tidak menghalangi untuk dinyatakan lulus tes wudu selama rukun wudunya telah benar.
Saat ini Nadia kelas 2. Kamis (31/08/2023) ia dites wudu kembali. Dan untuk dinyatakan lulus, ia harus melakukan rukun dan sunah wudu dengan benar.
Tiap anak kelas 2 berkesempatan dites wudu. Setelah dipandang tuntas oleh pembimbingnya. Pembimbing akan mengajukan tes kepada penguji. Lalu akan dijadwalkan tes oleh penguji. Saat ini sayalah yang bertugas menguji. Dan kriteria lulus tes wudu kelas 2 berbeda dari kelas 1. Selain rukun wudunya benar, kelas 2 juga harus melakukan sunah wudu dengan benar.
Hingga kelas 2, sunah wudu yang diajarkan meliputi baca basmalah, cuci tangan, berkumur, basuh hidung (sebetulnya yang dikehendaki adalah istinsyāq; namun, sebagai tahapan awal, anak-anak baru diajarkan basuh hidung), usap telinga, menyucikan masing-masing tiga kali, dan tidak terputus.
Nadia melakukan semuanya dengan benar. Bahkan, saya terkesan saat ia membasuh tangan. Ia memastikan sikunya terbasuh. Tanpa membasahi lengan bajunya. Saya sangat mantap. Saya sampaikan kepada Bu Amik—pembimbingnya—bahwa Nadia lulus. Sekaligus Bu Amik saya minta untuk menyampaikannya. Itu momen yang bagus: menggunakan keberhasilan Nadia untuk menguatkan motivasi Nadia dan anak-anak kelas 2.
Sebelum Nadia, sudah ada empat anak yang juga berhasil lulus tes wudu. Itaf, Cemara, Fillio, dan Ridho. Itaf dan Cemara dites pada Senin (28/08/2023), sedangkan Fillio dan Ridho dites pada Rabu (30/08/2023).
Tadinya saya lupa. Ketungkul dengan banyak urusan lainnya. Padahal di awal tahun (pekan pertama masuk sekolah), sayalah yang meminta kepada Bu Shoffa dan Bu Amik: kelas 2 harus tes wudu lagi. Fokusnya ditambah. Bukan hanya rukun wudu, melainkan sekaligus sunah wudu. Itu saya tekankan karena Bu Shoffa dan Bu Amik sudah tahu: saat di kelas 1, anak-anak sudah tes wudu. Namun, baru fokus pada rukun wudu.
Setelah itu, saya disibukkan dengan urusan lain. Terlalu asyik. Hingga pada Sabtu (26/08/2023) saya mengumpulkan tim guru kelas 2. Di ruang saya. Membicarakan hal-hal tentang kelas 2. Dalam pembahasan itu pun, saya tidak menyinggung masalah tes wudu. Bukan sengaja. Murni lupa. Hingga pertemuan hendak saya akhiri, Bu Shoffa tiba-tiba menyela.
“Maaf, Pak Kambali. Tentang tes wudu, niku siyose, pripun?”
Saya kaget. Sekaligus senang. Kagetnya, sudah satu bulan tetapi saya tidak terpikir tentang itu. Senangnya, ada yang berkenan mengingatkan. Itu pun dengan memilih kalimat yang santun. Saya paham yang dimaksudkan Bu Shoffa.
“Matur nuwun, Bu Shoffa. Segera kita agendakan. Senin besok kita mulai. Anak-anak yang sudah tuntas dan sudah siap akan saya tes.”
Alhamdulillah, Senin itu sudah bisa dimulai. Hasilnya pun menggembirakan. Terima kasih, Bu Shoffa, Bu Amik, dan Teman-Teman semuanya. Saya bersyukur, berada dalam tim yang saling menguatkan. (A1)
semoga dengan adanya tes wudu baik rukun maupun sunah wudu anak-anak dapat menerapkannya di kehidupan sehari-hari