“Teman-Teman, alhamdulillah, kemarin sore Bu Guru cek sudah tidak ada lagi sandal yang berserakan di depan batas suci kelas 3. Terima kasih, ya, sudah menjadi contoh yang baik buat adik-adiknya. Nah, yang seperti ini semoga dilanjutkan terus, ya!” puji saya sebelum memulai pelajaran. “Tapi, toh … waktu Bu Guru lihat di depan ruangannya Pak Kambali, ternyata masih ada satu sandal warna hitam yang belum dimasukkan ke rak!” sambung saya.

“Punya siapa, Bu?” tanya Qaleed.

“Aku tahu! Pasti punya Sultan, kan, Bu?” sergah Nadia.

“Itu bukan punya Sultan, Bu,” sahut Sultan sembari menutup mukanya dengan dua telapak tangan.

“Ha-ha. Ketahuan, lo! Ayo, Sul, diambil! Terus taruh di rak, ya!” perintah saya.

Sultan pun mengikuti perintah.

Rabu (14/8/2024) usai anak-anak pulang, saya melihat beberapa sandal yang masih berserakan di depan pintu. Tepatnya di depan batas suci. Segera saya memotretnya untuk disampaikan kepada anak-anak keesokannya.

“Teman-Teman, kemarin Bu Guru lihat, di depan pintu yang batas suci, tuh, masih ada beberapa sandal yang berserakan belum dimasukkan ke rak sandal, lo! Hayyo, kira-kira punya siapa saja, nih?” tanya saya sebelum memulai pelajaran.

Anak-anak yang merasa pun tersenyum.

“Punya siapa saja, Bu?” sergah beberapa anak.

“Sebentar, Bu Guru lihat fotonya dulu. Soalnya kemarin juga Bu Guru fotoin,” jelas saya. “Ken, Haqqi, Sultan, Iqbal, sama Naufal,” sambung saya.

Mereka langsung mengambil sandal dan menaruhnya di rak.

Masyaallah. Tak butuh waktu lama. Anak-anak langsung mempraktikkan kebiasaan baik, menaruh sandal di rak. Mereka juga berusaha untuk menjadi contoh yang baik buat adik-adiknya. Terima kasih, Anak-Anak!

Bagikan:
Scan the code