“Niat wudu!” aba-aba kapten.

Murid-murid melafalkan niat wudu sambil mengangkat kedua tangan. Mereka duduk di karpet dalam lima baris. Dua lajur barisan putri dan tiga lajur barisan putra. Barisan yang paling tertib diperbolehkan menuju tempat wudu lebih dulu. Saya mengekor barisan yang terpilih paling akhir.

Bu Eva membimbing Salma di keran satu. Salma, Aqilaa, Arka, dan Rafka terpilih sebagai murid yang berhak mendapat pembimbingan wudu secara individu. Selama beberapa pekan, saya dan Bu Eva mengamati wudu anak-anak. Kami pun menyepakati untuk memilih empat anak tersebut. Cara wudu keempatnya kami anggap lebih baik daripada teman-temannya yang lain.

Fokus wudu kelas 1 adalah menuntaskan rukunnya: membasuh muka, lengan, kepala, dan kaki dengan sempurna. Murid-murid yang dibimbing Bu Eva akan dites oleh Pak Kambali. Jika lulus, mereka boleh wudu secara mandiri namun tetap dengan pendampingan guru.

Baca juga: Tes Wudu

Keran satu digunakan untuk pembimbingan individu. Sementara keran tujuh untuk pembimbingan klasikal. Ustaz Adhit yang bertugas di keran tujuh. Saat wudu Zuhur, Ustaz Adhit masih menyelesaikan tugasnya mengajar BAQ kelas 2. Biasanya murid-murid kelas 1 mulai keluar kelas untuk wudu lima menit sebelum waktunya. Sehingga, dalam waktu lima menit tersebut, Ustaz Adhit belum bisa mendampingi wudu kelas 1.

Saya hampir lupa, hari ini Pak Kukuh bertugas di luar Sekolah. Beliau mendampingi beberapa murid yang mengikuti lomba MAPSI. Praktis, saat ini hanya saya dan Bu Eva yang membersamai murid-murid.

Sempat kelimpungan, saya memutar otak bagaimana caranya agar rangkaian wudu tetap kondusif meski hanya dengan dua guru, yang biasanya empat. Tanpa berpikir panjang, saya bergegas menuju keran tujuh. Tujuh anak pertama yang duduk di antrean saya panggil. Mereka berwudu secara serentak mengikuti instruksi saya.

Bersyukur, Ustaz Adhit sudah hadir di keran tujuh saat “kloter” wudu pertama selesai bersuci. Saya menyerahkan tugas pembimbingan itu kepada beliau. Saya pun segera mengikuti “kloter” wudu pertama. Saatnya mereka berdoa sesudah wudu.

“Mas Haqqi sudah berdoa?” tanya saya.

“Sudah,” jawab Haqqi singkat.

Haqqi membungkuk sambil berjalan menuju musala, yang jaraknya hanya sekitar 7 meter dari tempat saya berdiri.

Belum sempat Haqqi membuka pintu musala, saya berseru memanggilnya. Tiba-tiba sebuah ide terlintas. Haqqi menoleh. Saya melambaikan tangan. Haqqi berbalik dan menemui saya.

“Mas Haqqi, Bu Wiwik minta tolong, bisa? Mas Haqqi jadi ‘Pak Guru’, ya?” pinta saya.

Haqqi tampak kebingungan.

“Mas Haqqi ngajarin adik kelas 1 doa sesudah wudu. Seperti yang biasa dilakukan Pak Kukuh,” jelas saya.

Mata Haqqi tampak berbinar. “Mau, Bu!” sergapnya.

Naufal tak mau kalah. “Saya juga mau, Bu,” katanya.

Rupanya, Naufal juga mendengar pembicaraan ini saat ia berdoa setelah wudu.

Alhamdulillah. Sekali lempar umpan, dua ikan terpancing.

Saya menjelaskan teknis pembimbingannya dengan singkat. Naufal dan Haqqi tampak telah mengerti. Saya sudah kemrungsung. Di musala belum ada guru yang mendampingi anak-anak yang sudah selesai wudu.

“Teman-Teman, hari ini pak gurunya Mas Haqqi dan Mas Naufal. Teman-Teman nurut sama Pak Guru, ya.”

Saya bergegas menuju musala. Ternyata, Pak Kambali sudah di musala. Saya pun kembali ke tempat Pak Guru Haqqi dan Naufal.

“Dik, kamu sini. Kalau yang putri di situ,” komando Haqqi kepada adik kelasnya.

Haqqi dan Naufal tampak luwes seperti seorang kakak. Keduanya telaten membimbing adik-adiknya. Tak hanya mengatur dan memimpin doa, keduanya juga mencontohkan bacaan doa dengan benar. Naufal dan Haqqi menyelesaikan tugasnya dengan sangat baik. Hingga “kloter”  wudu terakhir.

Baca juga: Mentor

Saya meyakini, Haqqi dan Naufal bangga bisa menjadi panutan bagi adik-adiknya. Dan yang terpenting, dua kakak itu menikmati perannya sebagai Pak Guru kecil. Tampak jelas tergambar dari raut wajah dan gestur mereka.

Dari peristiwa ini, setidaknya ada beberapa ide lanjutan yang tebersit. Semoga bisa saya eksekusi. Lagi-lagi, di balik kesempitan, ada kesempatan untuk memaksa diri agar berdaya guna. 

Terima kasih, Pak Guru-Pak Guru kecil! (A2)

Bagikan:
Scan the code