“Lima menit lagi bel!” seru beberapa murid mengingatkan teman-teman mereka yang masih asyik bermain di luar kelas. Tak ayal, murid-murid segera bergegas. Berlarian menuju kelas. Mereka lantas menyiapkan diri. Ada yang ngobrol, membaca buku, minum, izin ke kamar mandi, ada pula yang sekadar ngadhem sambil sesekali mengelap keringat dengan tisu.
Bu Wiwik patut bersyukur, murid-muridnya masih istikamah dengan kesepakatan kelas. Minimal sehari dua kali, ada saja murid-murid yang menanyakan, “Istirahatnya berapa lama lagi, Bu?” Kalau gurunya menjawab lima menit lagi, murid tersebut akan berteriak dari ambang pintu kelas sebagaimana awal tulisan ini.
“Alhamdulillah, Teman-Teman sudah siap belajar saat bel berbunyi. Bu Wiwik kasih bintang di sini, deh,” jelas Bu Wiwik sambil menggambar enam bintang di papan tulis.
Keenam bintang itu masing-masing digambar di sebelah kanan bendera kecil yang tertempel di papan tulis. Ada Arab Saudi, Jepang, Singapura, Inggris, Korea, dan Malaysia. Setiap negara menunjukkan nama kelompok.
Saat hendak menggambar bintang di sebelah bendera Arab Saudi, Bu Wiwik menjeda.
“Kelompok Arab, kok, sepertinya belum siap?”
Rama sadar diri. Ia menyudahi obrolannya dan bergegas duduk bersila menghadap papan tulis. Akhirnya, kelompok Arab Saudi pun diganjar sebuah bintang.
“Teman-Teman, kemarin Mas Gibran dan Mbak Elora sudah bercerita tentang pengalaman liburan mereka. Menurut Bu Wiwik, cerita yang digambar akan jadi lebih menarik. Seperti yang ada di buku paket itu, lo. Dengan gambar, kisah yang diceritakan akan jadi lebih hidup. Oleh sebab itu, untuk pelajaran SBdP kali ini, Bu Wiwik ingin mengajak kalian untuk menggambar tentang liburan kalian.”
“Saya enggak bisa menggambar, Bu Wiwik,” keluh beberapa murid.
“Oh, tidak apa-apa. Semua gambar itu bagus, karena hasil imajinasi masing-masing,” respons Bu Wiwik.
“Sebisanya, ya, Bu?” celetuk Vano.
“Betul sekali, Mas Vano.”
Murid-murid khusyuk menggambar mengikuti imajinasi mereka. Ada pula yang mengambil pewarna yang dimiliki di petak loker masing-masing. Rama terlihat melonjak-lonjak. Rupanya, krayonnya berada di ujung belakang kotak loker bernomor 17. Ia tak dapat menjangkaunya.
Pandangan Rama tertuju pada kursi kecil berwarna kuning. Kursi itu berada di depan papan tulis. Di sisi utara kelas. Sementara lokernya berada di sisi selatan kelas. Untuk mengangkat kursi itu dari posisi semula menuju loker, Rama harus melewati kerumunan teman-temannya. Ada Rara, Kinan, Shaqueena, dan beberapa anak perempuan. Mereka penasaran dengan gambar Dea.
Bu Wiwik mengamati dari kursinya.
“Apa yang akan dilakukan Rama menghadapi kondisi sulit ini?” batin Bu Wiwik.
Rama tak surut. Ia bergegas mengambil kursi itu. Ia bermaksud menggunakan kursi kuning itu sebagai penyambung kakinya. Agar Rama dapat menjangkau krayonnya.
Saat mendekati kerumunan itu, Rama sempat kebingungan. Ia berhenti sejenak. Tak ternyana, Rama menembus kerumunan itu dengan sangat santun.
“Permisi,” ucapnya sambil membelah kerumunan.
Bu Wiwik tersenyum.
“Masyaallah,” batinnya.
Apa yang Rama lakukan tak jauh beda dari Vira. Pagi berikutnya, Vira mengetuk pintu kelas, sembari mengucap salam. Rafa dan Keenan menjawab salam itu. Keduanya datang lebih dulu daripada Vira. Vira sempat terdiam sepersekian detik. Ia menjumpai gurunya sedang salat Duha di karpet kelas yang ada di depan pintu. Setelah melepas sepatu, Vira memasuki kelas.
Saat itu, Bu Wiwik sempat khawatir. Akankah Vira lewat di depan orang yang sedang salat?
Kekhawatiran Bu Wiwik segera sirna. Vira berjalan di samping gurunya yang tengah salat. Ia rela berputar lebih jauh demi menghargai orang yang sedang beribadah. Tak hanya itu, meski lewat samping, Vira tetap membungkuk saat berjalan. Sungguh pemandangan yang menyejukkan mata.
Apa yang dilakukan Rama dan Vira sungguh di luar dugaan Bu Wiwik. Meski sudah lama sekali kedua adab itu dijelaskan, patut disyukuri, Rama dan Vira masih mengingat dan melakukannya. Sampai tulisan ini disusun, Bu Wiwik lupa belum membahasnya di forum kelas. Semoga, esok hari bisa terbahas. Dan semoga, bisa menjadi motivasi bagi teman-teman keduanya. (A2)
MasyaAllah, Mas Rama dan Mba Vira sudah mempraktikan adab sopan santun setiap melewati keruman dengan mengucapkan permisi. Semoga selalu menjadi kebiasaan baik ya nak.
MasyaAllah, keren sekali Rama dan Vira. Tetap melakukan adab-adab yang diajarkan gurunya. Walaupun sudah dijelaskan sebelumnya tentang adab tapi mereka istikamah dalam mengamalkannya.