“Mohon maaf, Anak-Anak, kemarin Bu Amik dan Bu Shoffa mendapatkan laporan, ada yang berteriak-teriak di halaman belakang saat jam pelajaran terakhir. Minta tolong, kejujurannya, ya. Yang kemarin berteriak-teriak silakan angkat tangan!” pinta Bu Amik.

Seketika suasana kelas mendadak hening. Daffa menimpali, “Hayyo, Teman-Teman, mengaku saja. Enggak dimarahin kok.”

Langit pun mengangkat tangannya.

Gimana, Mas Langit?” tanya Bu Amik.

“Aku, Bu Amik,” jawab Langit dengan nada menyesal.

“Aku apa saya?” timpal Bu Shoffa.

“Saya, Bu Amik,” jawab Langit kembali.

Oke, terima kasih, Mas Langit sudah jujur,” jawab Bu Amik sambil mengapresiasi kejujuran Langit.

“Ada lagi?” tanya Bu Amik.

Naufal mengangkat tangan sambil berbicara, “Saya, Bu Amik.”

Oke, terima kasih, Mas Naufal, sudah jujur juga.”

“Ada lagi?” lanjut Bu Amik.

Langit langsung menyahuti, “Nadia juga ikut teriak-teriak, Bu Amik.”

“Saya teriak-teriak tapi tidak di belakang, Bu,” sahut Nadia.

“Anak-Anak, kalau di luar kelas bolehkah teriak-teriak?” tanya Bu Amik.

“Tidak boleh,” sahut anak-anak serempak.

“Jadi, kalau di luar kelas, bicaranya teriak-teriak, bisa mengganggu orang lain. Contohnya, mengganggu adik kelas yang sedang belajar, mengganggu Bapak Ibu Guru lainnya juga. Bu Amik minta tolong, setelah ini kalau bicara di luar kelas tidak perlu teriak-teriak, ya!” jelas Bu Amik.

***

Di lain waktu, saat teman-teman sedang melipat lengan baju dan celana untuk persiapan wudu. Tanpa sengaja, ada yang menyenggol tempat bekal makan Sultan sampai terjatuh. Sehingga makanannya pun tercecer di lantai.

“Sultan, ayo, dibersihkan!” perintah Fillio.

“Bukan aku,” jawab Sultan sambil menggelengkan kepalanya.

“Itu, lo, Rendra,” lanjut Sultan.

Seketika Rendra yang di seberang mendengar. Ia mengelak dan langsung menangis. Mengetahui kejadian itu, Bu Shoffa langsung menghampiri.

“Mas Sultan yang menjatuhkan tempat bekalnya?” tanya Bu Shoffa.

Sultan pun menjawab dengan gelengan kepala dan raut muka yang acuh tak acuh. Bu Amik, yang mengetahui kejadian itu, langsung mengambil sapu dan membersihkannya.

Pada kesempatan yang sama, anak-anak sudah berbaris rapi. Kapten sudah di depan, pertanda siap memimpin. Bu Shoffa meminta waktu sebentar untuk mengklarifikasi kejadian tadi.

“Anak-Anak, Bu Shoffa minta waktunya sebentar, ya. Jadi, tempat bekal makan Sultan itu jatuh, terus makanannya tercecer di lantai. Apakah ada yang tidak sengaja menyenggolnya?” tanya Bu Shoffa.

Anak-anak terdiam. Bu Amik menyahuti, “Apakah ada yang melihat kejadian itu?”

Qaleed pun mengangkat tangannya dan dipersilakan maju ke depan.

“Jadi, tadi saya lihat Ridho menyenggol tempat makan Sultan, Bu,” jelas Qaleed.

“Tadi, enggak sengaja Ridho menyenggol mejanya Sultan, Bu. Tapi tidak tahu kalau tempat bekal Sultan sampai jatuh,” sahut Ridho.

Oke, terima kasih, Mas Qaleed, Mas Ridho,” tutur Bu Shoffa.

Seketika Ridho pun langsung meminta maaf kepada Sultan dan berterima kasih kepada Bu Amik yang sudah membersihkannya.

“Anak-Anak, kalau di dalam kelas tidak boleh lari-lari, ya. Di luar kelas pun juga sama. Jalan saja. Nah, kalau lagi main sepak bola, baru boleh lari-lari,” jelas Bu Shoffa.

Kejadian ini mengingatkan saya. Hakikatnya, hati seorang anak itu bersih dan suci. Mereka mudah dibentuk dalam hal apa pun. Tergantung bagaimana kita menyikapi dan menyampaikannya. Semoga karakter anak-anak SD Islam Hidayatullah 02 dapat terbangun makin baik.

Bagikan:
Scan the code