Alhamdulillah, Jumat, 17 Januari 2025, Gabi dan Fatih tuntas belajar Al-Qur’an jilid 2 metode Ummi. Keduanya naik ke jilid 3. Perjalanan belajar mereka tak mulus-mulus saja. Berbagai kendala telah mereka lalui, antara lain dengan remedi hingga 3 kali. Keduanya murid kelas 1 kelompok BAQ yang saya ampu.

Gabi anak kembar. Kembarannya bernama Adys. Duduk di kelas yang sama, kelas 1 SD Islam Hidayatullah 02. Adys naik ke jilid 3 lebih dulu. Lalu disusul Gabi. Kemampuan mereka cenderung berbeda. Berdasarkan keterangan dari sang bunda, dan faktualnya benar begitu. Dibuktikan dengan hasil belajar Al-Qur’annya. Adys naik ke jilid 3 tanpa remedi. Sedangkan Gabi melewati fase remedi terlebih dahulu.

Hari pertama setelah naik ke jilid 3, sayangnya, Gabi tidak masuk sekolah. Kata Adys, Gabi sakit. Absennya Gabi di hari itu secara tidak langsung memengaruhi strategi mengajar saya. Ah, tidak mengapa, lah. Toh besok Gabi juga masuk. Strateginya buat besok, kan, juga bisa. Justru saya menjadi punya kesempatan lebih banyak untuk mematangkannya.

Selasa, 21 Januari 2025. Alhamdulillah, Gabi masuk sekolah. Saatnya menerapkan strategi yang sudah saya susun dan sempat tertunda sebelumnya. Dan alhamdulillah, KBM berjalan dengan mulus. Ditambah hari itu Gabi membaca halaman jilid tidak seperti biasanya. Ia membaca 4 halaman sekaligus.

Keesokan harinya, Rabu, 22 Januari 2024. Strategi yang sama saya pakai lagi. Sebenarnya strategi apa, sih, yang saya maksud? Simpel sebenarnya, satu kelompok membaca secara bersama-sama dan berkali-kali, atau bahasa kerennya “klasikal”. Sehingga, jika masih ada yang belum terampil membaca halaman yang dipelajari akan terbantu oleh yang sudah terampil. Kata Ustaz Aris—Kepala Divisi QLC (Quran Learning Center) Hidayatullah, yang menaungi pembelajaran BAQ di SD Islam Hidayatullah 02—kelebihan dari metode Ummi adalah sistem klasikal.

Hari itu, pembelajaran sudah memasuki halaman 7 jilid 3. Materinya masih mengenai bacaan panjang dengan harakat fathah yang diikuti huruf alif. Ada tiga potong bacaan di setiap barisnya. Salah satu dari tiga potong bacaan itu sengaja dibuat berbeda. Sehingga terkadang anak-anak terkecoh dan salah membacanya. Nah, untuk mengantisipasinya, saya memberikan peringatan kepada anak-anak.

“Hati-hati, ya, di halaman ini ada ‘jebakan batman’. Kalian harus fokus, ya,” terang saya.

“Ha, ‘jebakan batman’?” celetuk salah satu dari mereka.

“Batman itu apa, Ustaz?” tanya anak yang lain.

Lho, ada yang ndak tahu Batman?” sahut saya. “Ustaz kira pada tahu. Kan, itu superhero?”

“Oh, aku tahu, itu dewa kegelapan,” timpal Fatih.

“Mmm, bisa jadi, sih, karena warnanya hitam, ya?” selidik saya.

“He-he, iya,” konfirmasi Fatih diiringi tawa kecil.

“Jadi, Anak-Anak, pada halaman ini, ada bacaan yang menjebak. Bentuk bacaannya berbeda dari yang lainnya. Ada yang alifnya di tengah, ada juga yang di akhir,” jelas saya.

Beberapa anak mengangguk, sebagian lainnya masih lirik kanan dan kiri. Saya paham mereka belum semuanya mengerti. Tetapi pembelajaran tetap saya lanjutkan. Harapannya, di tengah-tengah pembelajaran mereka paham sendiri yang saya maksud.

Sampailah pada giliran Gabi membaca satu baris. Ada ‘jebakan batman’ yang saya maksud. Eh, ladalah, kok, bacaannya betul. Padahal, saat saya jelaskan tadi, kelihatannya Gabi termasuk anak yang bertanya-tanya. Karena ia tak mengonfirmasi ataupun memperlihatkan gestur kepahaman. Ditambah, Gabi termasuk anak yang naiknya ke jilid 3 belakangan. Siapa sangka? Ternyata ia membacanya dengan benar.

Masyaallah, maafkan Ustaz, ya, Nak. Sudah berburuk sangka. Ternyata Gabi punya potensi pemahaman yang baik. Saya telah melakukan kesalahan besar. Yaitu framing negatif kepada Gabi. Tetapi ia mengeluarkan tameng untuk framing negatif saya. Gabi membuktikan kemampuannya dalam memahami pokok materi halaman 7 jilid 3: bacaan panjang menggunakan huruf alif.

Setelah kejadian itu, saya menjadi yakin. Gabi mampu mengikuti halaman teman-temannya yang sudah mendahuluinya naik ke jilid 3. Kini halaman mereka sudah sama. Sehingga memudahkan saya dalam proses pembelajaran. Mengapa demikian? Karena memang senjata metode ummi adalah sistem klasikal. Dengan waktu 60 menit, guru harus menuntaskan bacaan anak-anak. Nah, ketuntasan bacaan anak-anak akan tercapai dengan mudah jikalau sistem klasikal berjalan dengan baik. Sedangkan jika halaman mereka banyak yang tidak sama atau heterogen, 60 menit sangat kurang.

Selamat berproses, Gabi. Semoga Gabi senantiasa dimudahkan oleh Allah Swt. dalam belajar Al-Qur’an. Dan semoga pembelajaran BAQ berlimpah berkah dari Allah Swt. Amin.

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code