“Asalamualaikum.”

Saat mendengar salam itu, saya masih posisi duduk. Membelakangi sumber suara—pelafal salam. Sembari berputar, membalikkan badan, saya menjawab salam tersebut. Dengan suara datar dan sikap wajar. Begitu balik badan, saya terkejut. Ternyata Habib Hasan.

Kok saya tidak melihat kehadiran beliau? Padahal pintu masuk ruangan dalam pantauan saya. Tak hanya itu, saya juga merasa meningkatkan konsentrasi memperhatikan kehadiran tamu. Rupanya beliau melalui pintu belakang.

Saya bergegas menyalami beliau. Sembari saya lirik jam. Pukul 07.52. Masyaallah, Habib Hasan memang disiplin waktu. Undangan pukul 08.00—bahkan saya sampaikan secara lisan, tidak mengapa beilau hadir saat jadwal sambutan beliau, yakni pukul 08.40—tetapi 8 menit sebelumnya, beliau telah hadir.

Ini keteladanan nyata. Di depan mata saya. Saya mengalaminya. Tak hanya kali ini. Sudah berulang kali. Pesannya begitu kuat: saya sudah semestinya menirunya. Mampukah saya mencontohnya? Wallāhu a’lam. Saya menyadari, saya masih banyak kekurangan. Saya itu hanya hamba yang tidak bisa apa-apa. Sudah semestinya saya berserah diri kepada Allah. Dan terus berikhtiar, belajar secara optimal. Untuk meningkatkan kualitas diri dan amal kebaikan. Termasuk dalam masalah disiplin waktu.

 Lalu saya mempersilakan beliau duduk.

“Terima kasih, Pak Kambali. Mohon maaf, saya belum salat Duha. Saya mau salat Duha dulu,” ujar Habib Hasan.

“O, nggih, Bib. Silakan!”

“Di ruang kepala sekolah ada sajadah, kan?”

Nggih, ada, Bib.”

“Saya mau salat di sana.”

Nggih, silakan. Terima kasih, Bib.”

Saya mengantar Habib Hasan hingga di depan ruang kepala sekolah. Setelah beliau masuk ruangan, saya kembali ke lobi. Menyambut tamu-tamu lain yang sudah mulai berdatangan.

Saya merasa mendapat kehormatan yang luar biasa: Habib Hasan salat Duha di ruangan saya. Secara struktur formal, posisi saya itu jauh di bawah beliau. Saya hanya kepala sekolah, sedang beliau sebagai ketua dewan pembina Yayasan. Apalagi masalah amal kebaikan dan kualitas diri. Saya masih harus terus belajar meningkatkan amal kebaikan dan kualitas diri. Namun, Habib Hasan tetap berkenan melaksanakan salat Duha di ruang saya. Kesan sikap tawaduk beliau begitu kentara. Dan saya memahaminya sebagai edukasi untuk saya. Demikianlah mestinya saya bersikap, tawaduk.

Selain itu, sekaligus saya juga menangkap kesan lain dari kenyataan itu. Seolah Habib berpesan kepada saya agar selalu berupaya melaksanakan amalan sunah dengan sungguh-sungguh. Sesibuk apa pun saya berkegiatan. Tak hanya itu, saya juga merasa bahwa ruangan saya bermanfaat, digunakan untuk tempat salat Duha.

Saya makin yakin, gedung baru SD Islam Hidayatullah 02 dijadikan tempat yang berkah dan manfaat. Kamis (19/12/2024) pagi itu terjadwal penerimaan rapor. Bertempat di gedung baru. Seluruh wali murid diundang. Mumpung seluruh wali murid hadir, sebelum rapor diterimakan, dilaksanakanlah doa bersama. Agar gedung baru menjadi tempat yang berkah dan manfaat.

Sebelumnya, sudah dua kali digelar doa. Jumat (06/12/2024) hanya diikuti guru dan pengabdi non-guru. Rabu (11/12/2024) juga hanya diikuti oleh sebagian guru dan murid. Nah, Kamis itu seluruh unsur diundang. Dari Yayasan, Lembaga, seluruh pengabdi, wali murid, hingga murid diajak berdoa. Alhamdulillah, personel Yayasan dan Lembaga yang diundang hadir seluruhnya. 100% hadir. Adapun tingkat kehadiran wali murid juga tinggi. Mencapai 80%.

Alhamdulillah. Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam kegiatan doa bersama Kamis itu. Semoga Allah mengabulkan doa kita. Amin. (A1)

Baca juga: Pesan Pimpinan

Bagikan:
Scan the code