Pukul 20.30. Masih ada waktu kira-kira 60 menit. Saya masih yakin, bisa saya manfaatkan untuk menulis. Di pukul 21.30 saya sudah janjian dengan teman-teman santri Pondok Pesantren Al Asror: rapat. 

Ups, saya baru ingat. Saya belum menyiapkan bahan rapat. Tak mungkin saya bisa menulis dalam situasi ini. 

Lalu, kapan menulisnya?  Iya, seharusnya saat paginya. Saya sudah berencana menulis saat perjalanan dari SDIH 02 menuju Hotel Dafam. Ada waktu sekitar 30 menit. Dan saat pulangnya, juga ada waktu sekitar 30 menit, bisa saya gunakan untuk finishing tulisan. Sabtu (04/05/2024) itu di Hotel Dafam ada acara Fun Day with Rise Up. Saya, Bu Wiwik, Pak Adhit, dan Pak Teguh mengikuti acara itu. 

Namun, rencana saya gagal. Hingga tiba kembali di SDIH 02, sekitar pukul 15.00, saya masih belum mendapat bahan tulisan. Cunthel. Selepas salat Asar, saya putuskan langsung pulang. Barangkali di rumah suasananya lebih nyaman dan bisa untuk menulis. Ternyata cuma angan-angan saja. Kenyataannya, justru saya tidur hingga jelang magrib. Gagal lagi. 

Kalau sudah masuk magrib, kegiatan di masjid Al Asror sudah sangat padat hingga pukul 20.30. Artinya, saya juga tak berkesempatan meluangkan waktu di jam tersebut untuk menulis. 

Jadi, bagaimana?

Ya, akhirnya saya menyerah. Rapat malam itu begitu berat jika disambi dengan menulis. Otak saya belum mampu untuk melakukannya. Saya mesti fokus salah satu. Dan sesuai dugaan, sampai dengan pukul 23.59 rapat belum berakhir. Baru diakhiri pada pukul 01.30 dini hari. 

Di grup Klinik Menulis saya lihat sudah ada tulisan yang dikirimkan. Pukul 21.13. Pengirimnya, Bu Wiwik. Alhamdulillah. 

Ini kali kesekian Bu Wiwik menunjukkan konsistensinya. Saya belum berhasil menyamainya.

Tak hanya dalam hal mengirim tulisan, Bu Wiwik juga konsisten dalam hal lainnya. Seperti hadir gasik di Sekolah. Beliau hampir selalu menjadi guru yang pertama hadir di Sekolah. Bahkan juga dalam hal mengawal akhlak murid-murid. Saya sangat berharap, Allah memudahkan Bu Wiwik dalam mempertahankan konsistensinya. Dan Allah juga memudahkan kami (saya dan guru-guru SDIH 02) dalam meniru konsistensi yang telah dicontohkan Bu Wiwik.

Semula, saya tergoda, hendak membaca tulisan itu. Namun, tiba-tiba saya teringat, saya belum bikin tulisan. Maka, saya memberi syarat pada diri saya sendiri: boleh baca tulisan kiriman Bu Wiwik itu setelah selesai membuat tulisan. Akhirnya, saya urungkan keinginan untuk membaca.

Saya prioritaskan untuk membuat tulisan terlebih dahulu. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa mengirimkan tulisan ke grup Klinik Menulis pada Ahad (05/05/2024) siang. Tepatnya: pukul 14.17.

Usai mengirim tulisan, saya buka tulisan berjudul “Trik Rahasia” itu. Saya baca perlahan. Baru dapat setengah halaman pertama, saya terhenti. Ini kalimat yang membuat saya terhenti: Kalian sudah berhasil menahan diri dari lapar dan haus selama 30 hari.

Saya terharu membacanya. Ups, bukan. Menangiskah saya? Entahlah. Yang pasti, saya merasa bangga, murid-murid saya yang masih kelas 1 sudah berlatih menahan diri. Sekaligus saya merasa malu pada murid-murid itu: saya masih sering gagal menahan diri. Saya kalah dalam hal ini.

Untung, saat membaca tulisan itu, saya berada di rumah. Sendirian. Jadi, saya bisa leluasa meneteskan air mata. 

Terima kasih, Bu Wiwik masih terus istikamah membiasakan murid-murid melakukan refleksi. Walau tidak mengalami langsung, saya tersentuh dan bisa merasakan refleksi itu. (A1)

Bagikan:
245 thoughts on “Menahan Diri#2”

Comments are closed.

Scan the code