Rasulullah saw. hendak berwudu. Beliau bermaksud salat Subuh bersama para sahabat. Namun, tidak ada air. Tidak hanya Rasulullah, sahabat pun tak bisa berwudu.

Rasulullah saw. bertanya kepada para sahabat, adakah di antara mereka yang membawa kantong kulit—semacam gembes di zaman sekarang—yang biasanya untuk menyimpan air. Ada. Tak lama berselang, kantong kulit diserahkan kepada beliau. Lalu beliau meletakkan tangan beliau di atas kantong kulit tersebut. Kemudian Rasulullah saw. membuka jari-jari tangan beliau. Subhanallah, air keluar mengalir dari sela-sela jari-jari beliau. Sebagaimana tongkat Nabi Musa yang dipukulkan ke batu, lalu keluar air, memancar dari batu tersebut.

“Wahai Bilal, panggil para sahabat! Suruh mereka untuk berwudu!” sabda Rasulullah saw.

Bilal memanggil para sahabat. Semua sahabat berwudu. Bahkan ada sahabat yang meminumnya: Ibnu Mas’ud.

Setelah semuanya berwudu, Rasul memimpin salat Subuh. Salat berakhir, Rasul duduk menghadap para sahabat. Beliau bertanya, “Tahukah kalian, siapa makhluk Allah yang paling menakjubkan imannya?”

“Malaikat, wahai Rasul,” jawab sahabat.

“Bagaimana malaikat tidak beriman, bukankah malaikat pelaksana perintah Allah?”

“Kalau begitu, para nabi, wahai Rasul.”

“Bagaimana para nabi tidak beriman, padahal wahyu dari langit turun kepada mereka?”

“Jika demikian, sahabat-sahabatmu, ya Rasul.”

“Bagaimana sahabatku tidak beriman, bukankah sahabatku menyaksikan apa yang mereka saksikan?”

Ya, para sahabat menyaksikan mukjizat Nabi. Dengan mata kepala sendiri. Seperti peristiwa menjelang Subuh itu. Secara nalar, tidak mungkin air dalam kantong kulit cukup untuk berwudu banyak orang. Faktanya? Cukup. Dan itu para sahabat melihat sendiri, merasakan langsung, mengalami sendiri.

Para sahabat juga hidup bersama dengan Nabi. Melihat langsung perilaku dan tindakan Nabi, mendengar  dan merasakan langsung tutur kata Nabi.

Rasulullah akhirnya menjawab sendiri pertanyaan beliau, “Orang yang paling menakjubkan imannya adalah kaum yang datang sesudah kalian. Mereka beriman kepadaku, padahal tidak pernah melihatku. Mereka membenarkan aku tanpa pernah berjumpa denganku. Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku sebagaimana kalian membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan ikhwanku itu.”

Kemudian Rasulullah membaca Al-Baqarah ayat 3: mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat, dan menginfakkan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka.

Kepada kaum muslim di sekitarnya, Rasul memanggil sahabat, tetapi kepada muslim yang datang kemudian, yang beriman dan belum pernah berjumpa dengan beliau, Rasul memanggil ikhwani, saudara-saudaraku.

“Berbahagialah orang yang melihatku dan beriman kepadaku.” Kalimat ini disampaikan Rasulullah satu kali. “Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Rasulullah mengulang kalimat ini sebanyak tujuh kali.

Sahabat mengenal Rasulullah secara langsung, menggunakan bukti empiris. Mereka beriman dengan melihat, berjumpa, dan menyaksikan perilaku Rasulullah. Ikhwan mengenal Rasulullah secara tidak langsung, menggunakan bukti rasional. Mereka beriman dengan membaca atau mendengar perilaku Rasulullah saw.

 

Sumber:

Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Tafsir Bil Ma’tsur: Pesan Moral Al-Qur’an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Bagikan:
13 thoughts on “Iman yang Paling Menakjubkan”
  1. … [Trackback]

    […] There you will find 4099 more Information to that Topic: sdislamhidayatullah02.sch.id/2024/01/28/iman-yang-paling-menakjubkan/ […]

Leave a Reply

Scan the code