“Ṣallallāhu ‘alā Muḥammad ṣallallāhu ‘alaihi wasallam ṣallallāhu ‘alā Muḥammad ṣallallāhu ‘alaihi wasallam.” Begitulah bunyi bel di SD Islam Hidayatullah 02. Pertanda waktu masuk kelas, istirahat, pergantian jam pelajaran, dan pulang sekolah.
Pukul 09.30. Terdengar suara bel. Menandakan waktu istirahat ke-1 telah usai. Siswa kelas 2 bergegas masuk kelas untuk kembali belajar.
Jam pembiasaan salat Duha akan dimulai. Salat Duha yang dilaksanakan ini, bertujuan untuk mengenalkan anak tentang salat sunah Duha. Dapat melafalkan dan hafal bacaan salat yang baik dan benar beserta gerakannya.
Bu Amik, Bu Shoffa, Ustazah Layla, dan saya mengondisikan anak untuk persiapan wudu. Semua anak berjalan ke tempat wudu secara berbaris sesuai kelompoknya. Bu Amik dan Bu Shoffa bertugas mengawasi praktik berwudu anak-anak. Sedangkan saya bertugas membimbing anak-anak untuk berdoa setelah berwudu. Ustazah Layla di kelas mengondisikan anak-anak yang sudah selesai berwudu untuk persiapan salat Duha.
Semua siswa kelas 2 terlihat sudah selesai berwudu dan sudah menempati karpet hijau: tempat salat Duha di kelas. Salat Duha pun dilaksanakan.
Di tengah pelaksanaan salat Duha, tiba-tiba ada suara ketukan pintu diiringi ucapan salam. Pintu terbuka sebagian. Terlihat ada anak yang hendak masuk kelas. Ternyata Itaf, dia terlambat. Dugaan saya: Itaf izin ke kamar mandi setelah selesai berwudu. Kemudian berwudu lagi sehingga menjadi terlambat.
Atas kehendaknya sendiri, Itaf izin meminta untuk melaksanakan salat Duha secara mandiri di musala. Kemudian juga meminta saya untuk mendampinginya. Batin saya: masyaallah, anak ini punya rasa tanggung jawab yang luar biasa. Walaupun terlambat dan tidak dapat mengikuti salat Duha bersama teman-temannya, Itaf siap melaksanakan salat Duha sendiri sebagai konsekuensinya.
Secara kasat mata, tindakan Itaf bisa dipandang sepele. Wajar, terlambat mengikuti salat bersama lalu menggantinya dengan salat sendiri. Inisiatif Itaf menjadi bernilai luar biasa ketika dibandingkan dengan usianya. Dia baru kelas 2. Namun, kesadaran akan tanggung jawabnya sudah tumbuh sedemikian subur.

Yang membuat penasaran, sejak kapan Itaf menunjukkan sikap tanggung jawab: baru kali ini atau sudah pernah sebelumnya? Rasanya saya pernah membaca tulisan yang menceritakan sikap serupa. Saya buka blog Sekolah. Saya ketik “Itaf” di bilah pencarian. Ditampilkan sepuluh cuplikan artikel yang memuat kata “Itaf”. Saya klik judul artikel yang ditampilkan paling atas: Beruntung. Yes, Ketemu. Di sana terekam jejak tanggung jawab Itaf ketika gagal menjalankan tugas kapten kelas. Juga gara-gara dia terlambat. Di buku Semai Benih Karakter Utama, cerita ini terpajang dengan nomor 34. Di halaman 124—126.
Artikel Beruntung itu tayang di blog Sekolah pada 20 Desember 2022. Berarti, saat itu Itaf belum genap setengah tahun duduk di kelas 1. Lebih dari setengah tahun kemudian, Itaf menunjukkan sikap yang sama: bertanggung jawab atas keterlambatannya. Konsisten. Spontan, tanpa diminta. Tampaknya, tanggung jawab sudah melekat menjadi karakter Itaf. Ada penasaran yang lain: dari mana Itaf mendapat pupuk sikap tanggung jawab itu? Dari Sekolah? Mungkin. Dari keluarga? Pasti. Masyaallah.