Ini rapat pimpinan pertama kali. Di tahun 2024. Sekaligus yang pertama di semester genap tahun ajaran 2023/2024.
Undangan dari Ustaz Eko—Direktur LPI Hidayatullah—dikirim Selasa (02/01/2024) pukul 16.02. Rapat dilaksanakan pada Rabu (03/01/2024). Dimulai pukul 08.00
Ups, ada yang beda. Ada agenda pembinaan pimpinan. Oleh Dr. Fakhrudin Aziz, M.S.I.—dosen UIN Walisongo Semarang. Materi yang beliau paparkan berjudul “Pendidikan Karakter Anak dalam Islam”.
Bagi saya ini adalah penyegaran. Menyimak paparan beliau, saya merasa mendapat penguatan kembali tentang hal utama yang mendasar dalam pendidikan. Ya, saya mengakui, dalam perjalanan terkadang saya disibukkan hal lain. Hingga terlalu menghayati hal lain tersebut. Lalu saya menjadi lupa atas hal utama. Bila kondisi seperti itu berlarut-larut, sudah barang tentu berdampak tidak baik.
Maka, saya sangat bersyukur. Berkesempatan mengikuti pembinaan pimpinan Rabu pagi itu. Apalagi saat Ustaz Fakhrudin menjelaskan mengenai tantangan dalam membangun karakter murid di sekolah. Menurut beliau ada tiga tantangan: komunitas, media, dan kebijakan.
“Di banyak sekolah, sering kali tantangan terberatnya justru di kebijakan. Pihak manajemen atau yayasan atau para pemangku kebijakan lainnya tidak support dalam pendidikan karakter,” ungkap Ustaz Fakhrudin.
Saya terperanjat mendengarnya. Spontan saya lebih saksama memperhatikan Ustaz Fakhrudin: pembicaraan dan wajah beliau.
Bagaimana mungkin pemangku kebijakan tidak support pendidikan karakter? Pertanyaan ini muncul dalam pikiran saya dan membuat saya terperanjat. Ada satu lagi yang berkecamuk dalam pikiran saya: bagaimana dengan Yayasan Abul Yatama?
Jangan-jangan Yayasan Abul Yatama juga tidak support? Tapi, masa begitu? Bukankah Ustaz Umar meminta Ustaz Fakhrudin memberi pembinaan pimpinan ini? Bukankah itu salah satu bukti Yayasan Abul Yatama sangat peduli pendidikan karakter? Atau Ustaz Fakhrudin punya maksud lain dengan kata “kebijakan”?
Sampai di sini saya harus mengakui, pernyataan Ustaz Fakhrudin membuat saya jadi penasaran. Saya pun merasa perlu lebih konsentrasi menyimak uraian beliau.
“Di Hidayatullah ini cukup beruntung. Pihak Yayasan sangat support dalam pembangunan akhlak. Ustaz Umar begitu antusias dan all out,” tandas Ustaz Fakhrudin.
Ayem sekali mendengar pernyataan Ustaz Fakhrudin ini. Saya merasa mendapat angin segar. Rasanya lega sekali.
Ups, itu hanya sebentar. Tiba-tiba muncul gugatan pada diri saya sendiri: bila Yayasan sudah support, lalu mengapa perilaku tidak berakhlak yang dicontohkan Ustaz Fakhrudin masih saya jumpai pada murid saya?
Jangan-jangan sayalah yang bermasalah? Kebijakan di level sayalah yang belum support? Manajemen sayalah yang bermasalah? Atau dua tantangan lainnya—komunitas dan media—yang belum saya garap? Apa pun itu, saya sudah semestinya terus berikhtiar mencari tahu akar masalahnya. Untuk tindak lanjut perbaikan berikutnya.
Alhamdulillah, rapat kali ini saya mendapat penyegaran. Terima kasih, Ustaz Umar, Ustaz Eko, dan Ustaz Fakhrudin. Saya meyakini, rapat ini bermanfaat dan berdampak sangat baik untuk SD Islam Hidayatullah 02. (A1)