Delapan murid memasuki ruang kelas. Sebelumnya, mereka telah berwudu dan melafalkan doa sesudah wudu. Pak Adhit dan Bu Eva yang membimbing wudu. Sementara, Pak Kukuh yang mendampingi mereka berdoa. Meski baru hari ketiga, anak-anak sudah sangat piawai menata diri di lingkungan baru dan dengan cara yang sedikit berbeda.

Rombongan wudu kedua tiba di kelas. Mereka lantas menyesuaikan diri. Duduk di saf dan ikut melantunkan asmaulhusna. Pun rombongan wudu ketiga dan keempat. Selang 10 menit, semua anak sudah siap di kelas.

Lima saf berjajar di karpet. Tiga saf putra dan dua saf putri. Sebelum dilanjutkan, semua guru memastikan saf sudah lurus dan rapat.

“Sikap salat Berdiri tegak Menghadap kiblatPandangan lurus ke tempat sujud Salat sunah Duha dimulai,” aba-aba saya diikuti anak-anak.

Saya menjeda tiap-tiap komando. Anak-anak mengulang komando saya sembari mempraktikkannya.

Salat Duha dimulai. Para guru pendamping mengawasi dan sesekali membetulkan sikap salat beberapa murid yang belum tepat. Ketika rukuk pada rakaat pertama, peci Radit jatuh. Pak Kukuh memakaikan kembali peci itu. Pada rakaat kedua, peci Radit kembali jatuh saat ia rukuk.

Seusai salat, Elqeil mengangkat tangannya. Tampak Elqeil ingin menyampaikan sesuatu yang penting.

“Bu, menurut Elqeil, peci Radit sering jatuh saat rukuk itu karena kepalanya terlalu menunduk,” jelas Elqeil.

Baca juga: Tulus

Demi mendengar kalimat Elqeil, seketika saya takjub. Elqeil berada di saf pertama. Sementara, Radit di saf kedua. Bagaimana Elqeil bisa membuat kesimpulan semacam itu? Apakah saat rukuk Elqeil menoleh ke belakang? Rasanya tidak. Hari itu, saya duduk di deretan saf putra. Saya tidak melihat Elqeil menoleh ke belakang.

Soalnya, Elqeil kemarin-kemarin melihat Radit terlalu menunduk,” lanjut Elqeil.

Oh, ini dia jawabannya! Ternyata, Elqeil telah melakukan pengamatan pada hari(-hari) sebelumnya. Pengamat ulung! Saya pun akhirnya menyadari, mengapa Elqeil terlihat tergesa-gesa mengangkat tangannya sesaat setelah salat Duha. Rupanya ia ingin menyampaikan hasil “penelitian”nya itu.

Dalam hati, saya membenarkan kesimpulan Elqeil. Namun, saya juga ingin membuktikannya kepada anak-anak.

“Mas Radit, coba lakukan gerakan rukuk,” instruksi saya.

Radit bangkit. Ia pun melakukan gerakan rukuk. Benar saja, peci Radit terjatuh. Elqeil dan semua anak turut mengamati Radit.

“Nah, Ternyata Mas Elqeil benar! Teman-Teman tadi melihat rukuknya Radit?”

“Iya, Bu. Kepalanya Radit terlalu menunduk,” jawab Kaisar sambil mengangkat tangan.

“Iya, betul. Coba sekarang Mas Radit pakai lagi pecinya. Lakukan rukuk sambil luruskan lehernya,” komando saya, mendekati Radit.

Saya mengangkat dagu Radit hingga lehernya lurus.

“Pecinya enggak jatuh!” celetuk salah seorang murid.

Oke, Mas Radit boleh duduk.”

Saya dan anak-anak berefleksi dan menyimpulkan gerakan rukuk yang benar.

Terima kasih, Elqeil. Berkat penelitianmu, guru(-gurumu) dapat melakukan tindakan di kelas. Penelitian Elqeil sukses memberikan dampak positif bagi Radit. Tidak tertutup kemungkinan, juga bagi teman-temannya. Tak ternyana, Elqeil sudah menerapkan konsep deep learning yang masih diwacanakan itu. (A2)

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code