Kalynn (memakai jaket biru) bermain congklak bersama Sultan, Cemara, dan Hasna.

Sebuah mobil putih memasuki gerbang sekolah. Kalynn turun dari mobil diikuti sang Ibu. Tak seperti biasanya, kali ini penumpangnya bertambah seorang. Ayah Kalynn turut mengantar. Biasanya hanya bertiga: Kalynn, kakaknya, dan ibunya. Tak seperti biasanya pula, kali ini Kalynn turun dengan mata berkaca-kaca. Dua bulir air bening meluncur dari kedua matanya yang sayu.

“Ibu mau ke luar kota sepuluh hari,” tangis Kalynn sembari mencium tangan Bu Wiwik.

“Iya, Bu. Hari ini berangkat,” sambung Ibu Kalynn.

“Oh, ngga papa, ya. Kalynn kan anak kuat. Insya Allah Kalynn pasti bisa melaluinya,” jawab Bu Wiwik.

“Iya, Bu Wiwik. Seperti Nadia kan juga pernah ditinggal mamanya ke luar kota, ya?” ucap ibu Kalynn sambil memeluk anak manis itu.

Dengan berat hati, Kalynn melepas genggaman tangannya setelah salim kepada sang Ibu. Pipinya masih basah. Ia lantas memeluk gurunya sembari melambaikan tangan kepada para penumpang yang ada di dalam mobil.

“Kalynn, jangan sedih, ya!” teriak kakak Kalynn dari dalam mobil.

Dalam hati, Bu Wiwik bersenandika, “Semoga suasana melow ini tidak lama.”

“Kalynn, anak salihah, sedih itu boleh. Tapi, jangan lama-lama, ya. Kalau Kalynn sedih, Ibu juga ikut sedih. Nanti sore Kalynn bisa video call Ibu. Kalynn hanya perlu bersabar selama 10 hari. Dulu, Kalynn juga pernah ditinggal Ibu ke luar kota, ya? Waktu itu Kalynn hebat, lo. Kalynn bisa bersabar. Kali ini Kalynn juga pasti bisa.”

“Sekarang, Kalynn menata buku-buku dan bekal dulu, ya.”

Kalynn menyudahi pelukannya, melepas sepatu, meletakkannya di rak, kemudian menata buku-buku dan bekalnya.

Sejurus kemudian, Adit datang. Ia menyapa Kalynn. Kalynn menyambutnya. Dengan ceria, ia memamerkan gelang yang baru dibelinya. Kalynn seakan lupa akan kesedihan yang baru saja dialaminya. Alhamdulillah, Bu Wiwik lega.

Kalynn (memakai jaket biru) bermain congklak bersama Sultan, Cemara, dan Hasna.

Hari demi hari berlalu. Kalynn menghitung hari. Setiap pagi, ia selalu menyampaikan hitungannya.

“Bu Wiwik, sudah lima hari,” lapor Kalynn.

“Wah, Kalynn hebat. Sudah berhasil bersabar selama lima hari. Tinggal lima hari lagi!” jawab Bu Wiwik dengan semangat.

Tak tampak lagi kesenduan di wajah Kalynn. Hari-hari berikutnya ia lalui dengan baik. Meski setiap pagi tak pernah alpa memberi “laporan”, Kalynn tetap tenang menjalani hari-harinya. Hingga pada hari kesepuluh, keceriaannya membuncah.

“Bu Wiwik…! Nanti malam Ibu pulang,” seru Kalynn ceria sembari memeluk gurunya.

“Alhamdulillah. Selamat, ya, Kalynn. Kalynn sudah berhasil bersabar selama sepuluh hari!”

***

Kalynn, anak yang lembut hatinya, namun kuat jiwanya. Dulu, di awal-awal tahun ajaran, setiap hari ia menitikkan air mata. Saat ditanya, ia selalu menjawab: “Aku kangen Ibu.” Sehari bisa berkali-kali ia menangis. Namun, jiwanya tangguh. Ia dapat mengatasi kesedihannya. Meski sedih, ia menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Ia mampu mengesampingkan emosi sedihnya dan mengutamakan kewajibannya.

Prestasi Kalynn tidaklah mudah diraih. Tak terbantahkan lagi, Kalynn dan semua anak adalah para pembelajar tangguh. Ketangguhan mereka teruji secara unik, seunik karakter mereka. Sungguh sebuah pembelajaran berharga dapat membersamai dan menjadi bagian dari ketangguhan mereka.

Bagikan:
3 thoughts on “Menghitung Hari”
  1. Terima kasih Bu Wiwik, suatu anugerah Kalynn diberi lingkungan yg sangat suportif dan nyaman dalam berproses meregulasi emosi..
    Pun kami merasa tenang ketika harus bertugas meninggalkan Kalynn karena yakin bahwa di sekolah ia merasakan hangatnya keluarga..

    1. Masyaallah. Terima kasih, Bunda atas kepercayaannya.
      Saya sangat bersyukur dapat membersamai tumbuh kembang Ananda sekalian.

  2. Masyaallah, Kalynn yang seusia kelas 1 SD sudah bisa mengimplementasikan rasa sabar dan teguh, pastinya akan terbawa sifat itu hingga dewasa kelak. Amiinn yaa rabbal’alamin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *