Bel berbunyi tepat pada pukul 10.45 di hari Selasa. Jam pelajaran Fikih dimulai. Tampak suasana riuh di dalam kelas.  Wajah anak-anak yang penuh keringat menjadi pemandangan yang lumrah. Lima belas menit untuk istirahat sangatlah sedikit untuk ukuran anak-anak. Mereka menghabiskan waktu untuk makan bekal, bermain, dan membaca buku. Namun, tidak untuk sebagian siswa. Adit, misalnya. Dia dan teman-temannya sering menghabiskan waktu istirahat untuk berlarian dan bermain sepak bola. Berbeda dengan anak putri. Mereka banyak menghabiskan waktuya bermain di dalam kelas, seperti menggambar, bermain kartu, bermain peran, atau membaca buku.

Bu Layla duduk di kursi biru yang tingginya tidak terpaut jauh dari posisi siswa duduk di karpet. Bu Layla mengangkat tangan kanannya ke atas tanda freeze. Spontan seluruh siswa terdiam dan tenang. Siswa duduk di karpet sesuai kelompok masing-masing. Ada kelompok Jakarta, Yogya, Denpasar, Blora, Malang, dan Surabaya.

Mampu melafalkan dan mempraktikkan atau menyelaraskan gerakan salat menjadi salah satu indikator pelajaran Fikih. Setidaknya, anak-anak paham tuntunan salat fardu (khususnya) dan mampu membiasakan pemahamannya dalam salat fardu lima waktu.

Niat salat termasuk lafaz niatnya. Yap, ini penting dan menjadi rukun salat. Bu Layla memastikan seluruh siswa mengetahui nama salat dan jumlah rekaatnya. Alhamdulillah, … kali ini Bu Layla berhasil meyakinkan diri bahwa seluruh siswa mengerti nama salat dan jumlah rekaatnya. Bu Layla lebih mantap memberikan pertanyaan lanjutan tentang lafaz niat salat fardu. Dimulai dari niat salat Subuh. Secara klasikal, Bu Layla mengecek bacaan siswa. Kali ini hasilnya di luar dugaan. Baru sebagian siswa yang mampu melafazkan niat salat. Rencana berikutnya diurungkan.

Yap, dengan talaqqi” batin Bu Layla. Kali ini dimulai dari lafaz niat salat Subuh. Spontan Bu Layla men-talaqqi sekaligus memberi pemahaman maksud dari rak‘ataini di salat subuh. Dengan tujuan untuk memudahkan siswa dalam menerapkan perbedaan jumlah rekaat dalam lafaz niat salat Subuh dari salat fardu lainnya.

Alhamdulillah, setelah di-talaqqi Bu Layla, hampir seluruh siswa bisa menirukan secara lisan lafaz niat salat tersebut. Tinggal sedikit siswa yang belum lancar. Ada Hasna, Rendra, Rayya, Naufal, Iqbal, dan Sabrina.

“Mbak Nadia membantu Mbak Hasna, Mas Adit membantu Mas Rendra, Mas Itaf membantu Mas Rayya, Mas Daffa membantu Mas Naufal, Mas Ridho membantu Mas Iqbal, dan Mbak Cemara membantu Mbak Sabrina” pinta Bu Layla kepada siswa yang disebutkan itu.

Dan mereka pun memenuhi permintaan Bu Layla. Yaitu mengajari teman-temannya yang belum bisa melafazkan bacaan niat salat dengan lancar. Sembari Bu Layla mengecek bacaan siswa yang lain, mereka masih terus mengajari teman-temannya hingga benar-benar lancar.

Hasilnya membuat Bu Layla cukup tercengang. Hasna, Rendra, Rayya, Naufal, Iqbal, dan Sabrina lancar melafazkan niat salat Subuhnya.

Selamat buat kalian! Nadia, Adit, Itaf, Daffa, Ridho, dan Cemara hari itu berhasil menjadi ustaz/ustazah. Menjadi guru bagi temannya. Mengajari hingga lancar. Semoga menjadi amal jariah mereka semua. Semua orang berhak menjadi guru. Menjadi panutan, menjadi teladan, dan menjadi pelopor kebaikan.

 

 

Bagikan:
3 thoughts on “Menjadi Ustaz dan Ustazah”
  1. Tutor teman sebaya memang sering terbukti lebih ampuh untuk sejumlah anak. Mengapa? Salah satunya, karena bahasa teman sebaya jauh lebih komunikatif dan lebih mudah dimengerti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *