Menulis dan ide adalah dua hal yang tak terpisahkan. Menulis butuh ide untuk dikembangkan. Tanpa ide, tak akan ada tulisan. Pernahkah Anda mengalami kebuntuan ide tulisan? Itu juga yang saya alami saat ini.

Teriknya siang ini tak cukup memanaskan otak saya untuk menemukan ide menulis. Hari demi hari berlalu tanpa kesan. Atau memang saya yang kurang peka? Ya, sejak menyepakati satu tulisan per pekan, setiap hari berusaha menjalaninya dengan lebih sensitif. Layakkah suatu kejadian diangkat dalam sebuah tulisan atau tidak?

Saya menarget diri saya. Setiap Kamis harus sudah menemukan topik untuk dikembangkan. Sayangnya, hingga Jumat pekan ini tak kunjung saya temukan ide. Merenung, mengingat hari-hari yang telah berlalu, bahkan mencari tahu di Google tip dan trik memulai menulis. Usaha tersebut belum membuahkan hasil.

Sabtu, pukul 14.57, Pak Kambali telah mengirimkan tulisan beliau via WhatsApp. Saya semakin cemas. Akankah saya menyerah di pekan ke-20 ini? Mencoba kembali mengingat-ingat barangkali ada momen berkesan yang terlewat. Nihil. Bagaimana ini? Waktu terus berjalan. Saya menyerah.

***

Sedikit flashback ke belakang. Sekitar lima bulan yang lalu, saya dan Pak Kambali menyepakati satu pekan satu tulisan. Tulisan ringan tentang pengalaman kami sendiri. Pengalaman apa pun. Bebas. Nama beken-nya storynomics. Sembari menyiapkan website Sekolah, kami berikhtiar “menabung” artikel untuk dijadikan konten di website tersebut. Disepakati pula, sayalah yang menjadi loper tulisan-tulisan tersebut.

Setiap Sabtu saya mengirimkan tulisan kami kepada Tuan Guru. Tuan Guru dengan sukarela memberikan banyak pelajaran untuk kami. Beliau akan memberikan umpan balik atas tulisan yang kami kirim. Kami berproses. Pada awal-awal menulis, bisa empat hingga lima kali tulisan kami mengalami revisi. Tidak masalah. Namanya juga berproses. Satu hal yang membuat saya malu: beberapa kali saya mengulang kesalahan yang sama dalam tulisan yang berbeda. Untung, Tuan Guru memakluminya.

Seiring berjalannya waktu, kami butuh satu hingga dua kali revisi dalam setiap tulisan. Pernah juga tulisan kami mendapatkan stempel APPROVED dalam sekali kirim. Stempel keramat yang pasti membuat saya tersenyum dan merasa lega. Benar kata orang, proses tak kan mengkhianati hasil.

Lo, tahu-tahu kok sudah dua halaman? Ternyata kebuntuan ide dan kepanikan saya menghasilkan tulisan! Kalau begitu, saya tidak jadi menyerah. Sebagaimana motivasi hidup yang saya imani—maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan—pasti ada solusi dalam setiap kebuntuan. Terima kasih untuk diri saya yang mau berusaha.

Bagikan:
One thought on “Tidak Jadi Menyerah”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *