Senin itu hari pertama Agustus 2022. Pagi hari saya telah mendaftar agenda kegiatan yang harus saya laksanakan. Cukup banyak. Bismillah. Semoga dapat saya jalankan dengan sebaik-baiknya.

Salah satu agenda yang terdaftar, menemui Pak Harno di SD Islam Hidayatullah (Selanjutnya disebut sebagai SD 01, sebagai pembeda dengan SD Islam Hidayatullah 02).

Dari SD 02 ke SD 01 setidaknya ada dua jalur. Pertama, jalur barat. Lewat Jalan Durian Selatan I. Arus lalu lintas di jalan ini sangat padat. Orang yang lalu lalang juga cukup banyak. Kiri kanan jalan terdapat toko, warung, BSI, dan bangunan lainnya. Jaraknya lebih dekat. Kedua, jalur timur. Lewat depan Kantor Kelurahan Srondol Wetan dan lapangan futsal SD 01. Jalur ini lebih sepi. Arus lalu lintas tidak terlalu padat. Apalagi setelah jam pengantaran siswa (06.30—07.00). Jaraknya lebih jauh.

Sebelum Senin itu, saya biasanya lebih sering lewat jalur timur. Tapi, entah mengapa hari itu saya lebih berminat lewat jalur barat.

Kira-kira baru 10 meter keluar dari SD 02, saya terpaksa menghentikan langkah. Ada sepeda motor menghampiri saya. Kendaraan itu berhenti tepat di sebelah saya.

Pengemudinya perempuan. Berpakaian seragam tentara. Beliau tersenyum melihat tingkah saya. Saya memang tampak gugup saat dihampiri kendaraan beliau. Sebelum beliau berhenti, saya masih gagal mengenalinya. Namun, setelah beliau berhenti, saya sudah berhasil mengenalinya. Ya, beliau adalah Bu Desi Ariyanti. Anak beliau di SD 02. Kelas 1. Namanya Pramaditya Arya Fadillah, biasa dipanggil Adit.

Al-salāmu`alaikum, Pak Kambali.” ‘`

Wa`alaikum al-salām.

“Saya baru saja dari BSI, Pak. Saya minta diajari oleh petugas BSI cara membayar ‘jariyah’ (SPP—pen.) via virtual account.”

Pembayaran biaya sekolah di LPI Hidayatullah memang mengalami perubahan cara. Sebelumnya, pembayaran dapat dilakukan melalui tiga jalur: transfer ke rekening Sekolah, auto debit, dan bayar tunai. Namun, per 1 Juli 2022 pembayaran dilakukan melalui virtual account. Perubahan cara ini telah disosialisasikan sebelumnya. Sejumlah orang tua/wali yang masih mengalami kesulitan dipersilakan menghubungi bendahara Sekolah atau petugas BSI. 

Bu Desi, yang masih merasa ragu dalam melakukan pembayaran, memilih datang langsung ke kantor BSI. 

Atas apa yang disampaikan Bu Desi, saya pun menimpali, “Sekaligus membayar “jariyah” Agustus ini atau hanya sekadar simulasi membayarkan?”

“Ya, sekaligus bayar, lah, Pak.”

“Baru tanggal 1 sudah bayar?”

Kan, mau tanggal 1 atau tanggal 10 sama saja tetap bayar, Pak. Dan besarannya pun tetap sama, Pak.”

“Masyaallah. Bu Desi memang hebat. Matur nuwun, Bu Desi.”

Saya sangat salut dengan Bu Desi. Ini adalah contoh nyata. Mendahulukan menunaikan kewajiban. Bukan mendahulukan menuntut hak. Pelajaran sederhana yang sangat berarti bagi saya. (A1)

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *