Tenda-tenda berjajar di sisi timur dan selatan ruang kelas. “Kemah Mandiri” resmi dirilis. Beberapa hari sebelumnya, para siswa sudah tak sabar ingin mendirikan tenda.

“Anak-Anak, tenda-tenda itu diibaratkan rumah kalian. Kalian boleh menata dan menghiasnya sesuka hati. Tenda-tenda itu menjadi tanggung jawab semua anggota kelompok. Insyaallah, Bu Wiwik akan menilai kerapiannya setiap hari,” jelas Bu Wiwik.

Binar keceriaan terpancar jelas di wajah anak-anak. Rasa lelah usai berjibaku dengan pendirian tenda terbayar lunas. Mereka puas telah berhasil membangun “rumah” di kelas.

Bu Wiwik pun puas. Misi pertama terlampaui. Misi berikutnya menanti.

“Bismillah. Ayah Bunda, insyaallah pekan ini akan kita mulai program “Kemah Mandiri“. Salah satu kegiatannya adalah mencuci tempat bekal sendiri di sekolah setiap hari. Untuk itu, diimbau setiap hari Ananda membawa tempat bekal, njih, Bunda, dimulai Jumat esok. Jika bekalnya berupa makanan kemasan, diharap kemasannya dibuka lalu isinya dituang ke dalam tempat bekal.

Harapannya, Ananda dapat berlatih mandiri sederhana dan nantinya membudaya. Insyaallah berkesinambungan juga dengan salah satu indikator di jurnal PPK nomor 16: mencuci peralatan makan sendiri.

Insyaallah besok Ananda melakukan simulasi mencuci tempat bekal di sekolah. ☺️

Mohon doa dan dukungannya selalu, Ayah Bunda. Terima kasih.🙏🏻💐”

Chat panjang tersebut berbalas dukungan penuh dari orang tua siswa. Hari berikutnya, para siswa dan guru bersiap menyimulasikan cara mencuci tempat bekal. Adalah Ustazah Layla dan Bu Wiwik yang bertugas memberikan contoh. Para siswa menyimak.

Ustazah Layla membersamai siswa putri. Bu Wiwik bersama siswa putra. Simulasi dilakukan di wastafel depan kelas dan ruang guru. Setelah menyimak gurunya, setiap siswa secara bergantian mencuci tempat bekal masing-masing. Teriknya matahari tak menyurutkan semangat para siswa. Mereka antusias ingin memawa pulang kotak bekalnya dalam keadaan bersih.

Siswa putra sedang melakukan simulasi mencuci tempat bekal

“Anak-anak, alhamdulillah, tadi kalian sudah praktik mencuci tempat bekal masing-masing. Bu Wiwik yakin, anak-anak juga sudah sering mencuci peralatan makan sendiri di rumah, kan?”

“Aku melarang bundaku mencuci piringku!” celetuk Langit.

“Aku juga mencuci piringku sendiri,” teman-teman Langit berseru.

“Masyaallah, itu kebiasaan baik. Kebiasaan baik itu dilanjutkan terus, ya. Insyaallah Bunda pasti bangga punya anak yang rajin dan mandiri,” jawab Bu Wiwik.

Hari-hari berikutnya, para siswa masih antusias mencuci tempat bekal mereka. Waktu istirahat kedua dimanfaatkan untuk kegiatan ini. Bahkan, Bu Wiwik harus menambah spons cuci piringnya. Lepak-lepak basah pun selalu menggunung di keranjang penirisnya.

Antusiasme siswa mulai menurun di pekan ketiga. Keranjang peniris yang disediakan tak lagi penuh gunungan lepak makan. Hanya sebatas penuh saja. Ada apakah gerangan? Tantangan baru menanti solusi.

Tak dimungkiri, banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini. Itulah yang perlu kami—para guru—kaji. Dari kajian itu, akan muncul berbagai opsi strategi yang dapat dipilih. Trial and error dalam sebuah proses itu adalah keniscayaan. Bersyukur, kebijakan Sekolah sangat mengutamakan proses daripada hasil. Para guru jadi lebih leluasa melakukan uji coba hingga berjodoh dengan strategi yang fit and proper. Semoga kami dapat menuntaskan misi ini sesuai tujuan awal.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *