“Rumus pada aplikasi rapor sudah saya perbaiki, Pak Kambali,” lapor Bu Nika.

“Baik, terima kasih, Bu.”

Saya senang. Sekaligus khawatir. Senang, karena Bu Nika telah berinisiatif menyelesaikan masalah pada aplikasi rapor. Khawatir, karena saya belum sempat memberi tahu Bu Nika tentang formula dan syntax pada aplikasi itu. 

Memang itu bisa dipelajari. Bahkan, sangat mudah untuk dipelajari. Tetapi itu bagi mereka yang mau dan mampu. Dan sangat kebetulan, enam tahun lebih saya berurusan dengan rapor, yang sering saya jumpai justru orang yang tidak mau. Pengalaman itu begitu melekat pada diri saya. Akibatnya, kekhawatiran saya atas laporan Bu Nika jauh lebih dominan. 

Saya harus memastikan laporan Bu Nika dan mengecek ulang. Hari itu juga. Namun, Kamis (14/03/2024) itu hari pertama masuk di bulan Ramadan 1445 H. Begitu banyak yang harus saya prioritaskan untuk saya selesaikan. Tidak mungkin saya bisa mendahulukan pengecekan itu. Apalagi jam kerja Ramadan lebih singkat. Sampai dengan pukul 13.00.

Bahkan, akhirnya saya tidak dapat membersamai murid-murid jemaah Zuhur. Ada urusan di SD 01 dan kemudian saya sekalian jemaah Zuhur di musala SD 01. Selesai jemaah, saya harus memenuhi panggilan Pak Adi di ruang Direktur LPI Hidayatullah.  

Sepekan sebelumnya, saya mengecek aplikasi tersebut. Saya temukan sejumlah kejanggalan. Saya tunjukkan kepada Bu Nika. Saat itu saya tidak bisa langsung memberi tahu Bu Nika tentang formula dan syntax. Saya janjikan di lain waktu saat saya longgar. 

Sepekan telah berjalan. Dan saya masih juga belum sempat memberi tahu Bu Nika. Justru kemudian Bu Nika yang melapor bahwa sudah diperbaiki oleh beliau.

Selesai memenuhi panggilan Pak Adi, saya bergegas kembali ke SDIH 02. Bu Nika masih di sekolah. Walau sudah melebihi pukul 13.00, saya tetap menyampaikan beberapa tugas mendesak kepada Bu Nika. Alhamdulillah, Bu Nika tidak terburu-buru pulang. Bu Nika bersegera mengerjakan tugas mendesak dari saya.

Saat bersamaan, saya berkesempatan mengecek laporan Bu Nika. 

Saya buka komputer yang tidak dipakai Bu Nika. Ya, di ruang Bu Nika ada dua komputer. Yang satu ditaruh di meja Bu Nika. Satunya lagi ditempatkan di sebelah meja Pak Aruf. Komputer sebelah Pak Aruf itulah yang saya gunakan. 

Saya langsung membuka aplikasi rapor. Saya buka tiga bagian. Di tiga bagian itulah saya temukan kejanggalan sepekan sebelumnya. Saya amati bagian demi bagian. Beberapa kali saya lakukan uji coba. Pun pengecekan saya lakukan beberapa kali.

Wow, masyaallah!

“Bu Nika, ini sudah saya cek. Insyaallah sudah benar dan sudah oke,” puji saya.

Nggih, Pak. Alhamdulillah.”

“Bu Nika sudah tahu rumusnya?” 

“Iya, Pak. Setelah Pak Kambali ngasih tahu ada masalah, saya baru ingat ada beberapa langkah yang saya lompati.”

Saya lihat jam. Pukul 14.30. Sudah melebihi 90 menit dari jam pulang seharusnya. Saya merasa marem. Tidak hanya karena Bu Nika rela pulang terlambat, tetapi yang lebih mengesankan: kekhawatiran saya tidak terbukti. Bu Nika ternyata mampu dan yang paling penting: Bu Nika juga mau. Alhamdulillah. (A1)

Baca juga: Posting

Baca juga: Tak Terbatas Waktu

Bagikan:
2 thoughts on “Kekhawatiran yang Tidak Terbukti”
  1. Alhamdulillah, matur nuwun Pak Kambali. Semua juga berkat bimbingan dan arahan dari Pak Kambali.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *