Miftāḥu al-ṣalāh al-ṭahūr. Kunci salat adalah bersuci. Demikian Rasulullah bersabda. Karena kunci, sudah semestinya tiap orang yang hendak mendirikan salat terlebih dahulu bersuci.

Ada perbedaan antara suci dan bersih. Suci artinya tidak kena najis dan tidak hadas. Sedangkan bersih artinya bebas dari kotoran. Lantai rumah yang berdebu, dikatakan tidak bersih. Namun, lantai tersebut dikatakan suci selama debu tersebut tidak kena najis. Beda halnya bila lantai rumah kejatuhan kotoran cecak. Lantai tersebut dikatakan tidak bersih—karena terkotori oleh kotoran cecak—sekaligus tidak suci karena terkena najis, yakni berupa kotoran cecak.

Air adalah alat yang digunakan untuk bersuci. Memang selain air, ada juga batu atau benda keras lainnya yang dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci. Namun demikian, air tetaplah yang utama sebagai alat bersuci. Penggunaan batu/benda keras lainnya diperbolehkan jika keadaannya darurat—benar-benar tidak ditemukan air di lingkungan sekitar.

Air dibagi menjadi tiga: ṭahūr, ṭāhir, dan mutanajjis.

Apa itu ṭahūr? Yaitu, air yang suci sekaligus menyucikan. Artinya, kondisi diri air tersebut suci. Dan sekaligus bisa digunakan untuk menyucikan benda lain.

Termasuk kategori ṭahūr, antara lain air laut, air sumur, air hujan, dan air sumber.

Yang kedua, ṭāhir. Yakni, air yang suci tetapi tidak menyucikan. Artinya, kondisi diri air tersebut suci. Namun, tidak bisa menyucikan benda lain.

Contohnya, air teh. Suci. Namun, tidak bisa digunakan untuk menyucikan benda yang terkena najis. Demikian pula air yang sudah tercampur sabun, misalnya. Air itu tidak bisa digunakan untuk menyucikan benda lain.

Yang ketiga, mutanajjis. Yaitu, air yang terkena najis. Artinya kondisi diri air tersebut sudah tidak suci. Sebab terkena najis. Sehingga tidak bisa digunakan untuk menyucikan.

Termasuk kategori mutanajjis, air kurang dari dua kulah yang terpapar najis. Walaupun warna air utuh bening. Tidak ada perubahan. Bau air juga tidak berubah.

Berbeda bila airnya lebih dari dua kulah (dua kulah sama dengan 216 liter). Bila terpapar najis, sementara warna, bau, dan rasa air tersebut tidak berubah, maka airnya tidak termasuk mutanajjis.

Demikian pemahaman saya atas kitab ‘Umdah al-Sālik karangan Syekh Ibnu An-Naqib pada bab Ṭahārah.

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *