“Ustazah, ikut home visit tidak?” tanya Bu Shoffa pagi itu sesudah tadarus bersama di ruang kelas 1.

“Insya Allah ikut, Bu,” jawab Bu Layla.

Karena Bu Layla sering absen di kegiatan home visit, pertanyaan demikian kerap kali muncul. Tidak hanya Bu Shoffa. Bu Amik dan Ustaz Aruf pun sama. Kebetulan di Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024/2025 ini, Bu Layla diamanahi Sekolah menjadi observer atau lebih tepatnya pewawancara orang tua calon siswa. Dan observasi sering kali terjadwal di hari Sabtu. Sehingga Bu Layla jarang ikut home visit.

Namun beda untuk Sabtu ini. Bu Layla bisa ikut. Yang akan dikunjungi Bapak Ibu Guru kelas 2 kali ini adalah Daffa dan Hasna. Bu Layla senang dengan kesempatan ini. Kebetulan ketika Daffa dan Hasna kelas 1, Bu Layla belum bisa ke rumah mereka. Pastinya sebagai guru, Bu Layla penasaran bagaimana Daffa dan Hasna ketika di rumah. Bagaimana salatnya? Bagaimana mengajinya? Dan bagaimana dengan pembiasaan-pembiasaan yang sudah tertanam di sekolah? Apakah berlanjut di rumah atau tidak? Pertanyaan-pertanyaan klasik itu tidak bosan ditanyakan Bapak Ibu Guru ketika home visit.

Rumah Daffa yang pertama kami kunjungi. Begitulah Daffa. Anak yang cerdas, kreatif, dan imajinatif. Sama halnya ketika di Sekolah. Tak ada bedanya. Celetukannya dan cara bicaranya khas. Hobinya merakit balok-balok kecil sehingga terbentuk sebuah bangunan sesuai imajinasinya.

Enam puluh menit kami habiskan di rumah Daffa. Kami berlanjut ke rumah Hasna. Tak jauh lokasinya dari rumah Daffa. Berjarak sekitar 3 menit, kami langsung menemukan rumah Hasna. Senyuman hangat muncul dari bibir mama Hasna sembari berdiri di dekat pagar, sebagai pertanda bagi kami bahwa itulah rumah Hasna. Pembicaraan berlangsung hangat dan santai.

“Kami ini masih bingung, Ustazah. Hasna sebenarnya potensi di bidang apa?” tanya papa Hasna.

“Mbak Hasna kalau di rumah sukanya main apa?” tanya Bu Layla.

“Main kucing” jawab Hasna.

“Selain main kucing, apalagi? Main sepeda? Sepatu roda? Atau berenang?” tanya Bu Layla lagi.

Hasna terdiam saja. Namun, mama Hasna menjawab “Hasna itu kadang nulis di kertas gitu, Ustazah.”

Nulisnya apa, Ma?” kejar Bu Shoffa.

“Hasna suka nulis cerita pengalamannya. Pengalaman setiap hari maupun pengalaman ketika liburan” jawab mama Hasna.

Dalam pembicaraan tersebut, Bu Shoffa menyampaikan bahwa di kelas hanya ada dua anak yang menulisnya hingga dua halaman ketika mendapat tugas menulis pada pelajaran Bahasa Indonesia. Salah satunya adalah Hasna. Mama Hasna juga menceritakan bahwa beliau juga senang menulis, bahkan tulisannya sudah banyak yang dibukukan.

Wow, … kami sangat takjub dengan cerita tadi. Mama Hasna menunjukkan buku-buku hasil tulisan beliau. Tidak hanya tulisan tentang keilmuan beliau, yaitu tentang Ilmu Kebidanan. Tulisan tentang harian. Kalau tidak keliru, tadi Bu Layla melihat tulisan kecil di sampul buku tersebut. Tulisannya kecil, namun menggelitik. Mak Lis. Merupakan akronim dari mak-mak yang suka nulis. Melihat fenomena itu, Bu Layla, Bu Amik, Bu Shoffa, dan Ustaz Aruf sempat saling pandang.

Jangan-jangan, Hasna memiliki bakat dan potensi tidak jauh berbeda dari mamanya. Bu Layla, Bu Amik, Bu Shoffa, dan Ustaz Aruf memiliki dugaan yang sama. Fakta tersebut menguatkan ungkapan yang disampaikan dr. Yulia Ariani, konsultan genetik dan spesialis anak pada Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI) dalam artikelnya di rubrik “Info Sehat FKUI untuk Anda” di website resmi FKUI. Bahwa kecerdesan anak merupakan kontribusi genetik dari ayah dan ibu. Namun, hal tersebut hanya kisaran 40—60% saja. Sisanya, faktor lingkungan atau shared environment.

Fakta yang mengejutkan bagi Bapak Ibu Guru hari ini. Hasna memiliki potensi dan bakat yang harus banyak dilatih secara terus-menerus. Namun, fakta tersebut masih harus dikuatkan dengan fakta-fakta lain. Bersyukur, ada temuan baru (lagi) yang Bapak/Ibu Guru peroleh dari kegiatan home visit kali ini. Mendapatkan modal informasi untuk bersama-sama mengantarkan siswa untuk terus lebih baik. Hasna, terima kasih, Nak. Semangat terus, ya, untuk belajar!

Bagikan:
3 thoughts on “Buah Jatuh Tidak Jauh dari Pohonnya”
  1. Dari home visit memang sering tersingkap fakta-fakta tentang anak yang kadang tidak ditemui oleh guru di kelas. Insyaallah, kegiatan home visit memberikan makna bagi Sekolah orang tua, dan khussnya bagi anak.

  2. Saya salut dengan keberhasilan mama Hasna membukukan tulisan. Ini inspirasi bagi saya. Semoga saya bisa meniru hal baik dari beliau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *