Direktur LPI Hidayatullah, Ustaz Haris saat membekali pengabdi.

“Kalau Anda berharap digaji 10 juta, tetapi kenyataannya yayasan hanya menggaji 6 juta, berapa selisihnya?”

“Selisihnya 4 juta.”

“Apa sikap Anda terhadap 4 juta ini: ngrasani yayasan, mengurangi kinerja, atau mensyukurinya?”

Yang ditanya tidak menjawab. 

Malah penanya yang melanjutkan pertanyaannya.

“Bila Anda memilih ngrasani, apakah itu akan menjadikan Anda mendapatkan yang 4 juta itu?”

“Tidak.”

“Jika Anda memilih mengurangi kinerja, apakah itu akan menjadikan Anda menghasilkan 4 juta?”

“Tidak.”

“Kalau Anda memilih mensyukuri, apakah itu akan menjadikan Anda memperoleh tambahan 4 juta?”

Yang ditanya kembali tidak menjawab. Diam dan tampak sedang berpikir. Namun, tetap tidak ada jawaban. 

Justru penanya sendiri yang menjawab pertanyaan itu.

Asyik sekali percakapan tersebut. Hingga tidak terasa satu jam telah berlalu. Biasanya hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Itulah pembicaraan menjelang rapat rutin pekanan. Sebagai refreshment bagi seluruh peserta rapat. 

Direktur LPI Hidayatullah, Ustaz Haris saat membekali pengabdi.

Memang khusus kali ini, Rabu, 9 Maret 2022, berbeda. Dalam undangannya, Direktur LPI Hidayatullah menyebutkan: sebelum rapat akan ada pengimbasan. Sebelumnya, Direktur telah mengikuti kegiatan yang diselenggarakan KPI. Narasumbernya: Misbahul Huda. Beliau memaparkan materi tentang kepemimpinan. Materi itu sudah beliau praktikkan. Selama menjadi pimpinan di berbagai lembaga/instansi: Ketua Umum APKI, Komisaris PEP Surabaya, Direktur Utama Bio Etanol, dan lain-lain.

Dalam paparan, beliau menyampaikan empat tipe cara memimpin. Yang beliau rekomendasikan hanya satu: kepemimpinan spiritual. Spiritual bukan hanya dalam wujud ritual saja, tetapi yang dimaksudkan adalah spiritual yang sudah terinternalisasi dalam diri pemimpin.

Saya setuju sekali dengan pendapat itu. Sayang, ada syaratnya. Melihat syaratnya, saya hanya tersenyum. Sambil komentar dalam hati: saya belum memenuhi syarat.

Namun demikian, saya juga menyadari. Segala sesuatu butuh proses. Artinya, saya masih berkesempatan untuk mengupayakan pemenuhan syarat. Apalagi bila teringat jawaban dari penanya dalam percakapan di awal tulisan ini. “Saat Anda memilih bersyukur, sikap itu pun tidak serta-merta menjadikan Anda memperoleh 4 juta. Namun, bagi orang yang beriman, tentu akan yakin dengan surah Ibrahim: 7. Bila penerima nikmat bersyukur, Allah akan menambahinya. Bisa jadi tidak dalam wujud uang 4 juta. Bisa berupa kesehatan, kemudahan dalam segala urusan, keimanan, atau nikmat dalam bentuk lainnya.”

Rasanya kalau saya mensyukuri kenyataan bahwa saya belum memenuhi syarat, maka ada harapan besar: Allah akan menambah nikmat untuk saya—bisa berwujud kemudahan dalam pemenuhan syarat. (A1)

Bagikan:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *