Hari terakhir sebelum libur awal Ramadan 1446 H. Kelas terasa lebih ceria dari biasanya. Sejak pagi, anak-anak sudah mempertanyakan kegiatan yang akan mereka ikuti.
“Bu, nanti jalan-jalannya naik apa?”
“Bu, nanti lewat jalan tol, enggak?”
“Bu, nanti pakai sepatu atau sandal?”
Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan “receh” lain yang terlontar. Ya, receh bagi saya—orang dewasa—tetapi kerecehan itu merupakan ekspresi kegembiraan anak-anak. Saya tak boleh merusak antusiasme mereka. Pertanyaan-pertanyaan tersebut saya jawab dengan candaan dan dramatisasi.
“Rahasia,” jawab saya untuk pertanyaan pertama dan kedua, dengan ekspresi nakal.
Pertanyaan terakhir, cukup saya jawab dengan singkat, “Pakai sepatu.”
Pukul 07.30, Pak Kukuh dan Pak Ardi tiba—dengan armada masing-masing. Keduanya adalah driver Yayasan. Anak-anak masih berwudu. Hendak salat Duha. Dihadapkan pada kondisi ini, saya sempat kemrungsung. Beruntung, bapak-bapak driver berkenan menunggu. Dan, bersyukur, anak-anak sigap, mau diajak kerja sama. Rangkaian wudu dan salat Duha hari itu berlangsung lebih cepat dari biasanya.
Baca juga: Mengkhawatirkan
“Setelah ini, silakan Anak-Anak memakai kaus kaki, membawa tas masing-masing, mengambil sepatu, lalu berbaris di teras. Putra satu baris, putri satu baris.”
Hari itu, Rabu (26/02/2025), anak-anak berkesempatan berkunjung ke Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah. Ini adalah kali ketiga Sekolah melakukan kunjungan ke sana. Pesertanya sama: murid-murid kelas 1. Kegiatan yang dilakukan di sana cocok untuk mereka.
Murid-murid putri dipersilakan terlebih dahulu. Disusul murid putra. Bu Eva, Pak Kukuh, dan Ustaz Adhit mengarahkan dan mengatur posisi duduk anak-anak.
Kaisar, Elqeil, Ano, Faeyza, Fatih, Azka, dan Radit ditemani Pak Kukuh dan Ustaz Adhit di mobil Innova. Rombongan Innova berangkat lebih dahulu. Saya dan Bu Eva mendampingi anak-anak di mobil Hiace.
Di dalam mobil, kami berdoa bersama terlebih dahulu. Kami lantunkan doa naik kendaraan. Ups, ada anak yang belum hafal. Ini akan menjadi PR untuk kami—para guru.
“Siapa yang senang diajak jalan-jalan?” tanya saya.
“Saya!” jawab semua anak sambil mengangkat tangan kanan mereka.
Lalu lintas cukup padat. Namun tidak sampai tersendat. Rombongan pertama sudah tak terlihat. Sepertinya kami tertinggal jauh. Di sepanjang perjalanan, anak-anak mengobrol tiada henti. Mereka mengomentari apa yang mereka lihat di jalan. Melewati daerah Gombel, lalu lintas kembali lancar. Tak berselang lama, kami pun tiba di tujuan.
“Gedung Wanita,” eja Kirana.
“Kita mau ke Gedung Wanita, Bu?” selidik Aqilaa.
“Enggak. Kita mau ke sana!” respons saya, sembari menunjuk ke arah kanan.
Setelah turun dari mobil, anak-anak berbaris. Satu lajur barisan putra dan selajur putri. Kali ini, anak putra disilakan jalan lebih dahulu mengikuti Bu Eva. Anak-anak digiring masuk ke lobi perpustakaan. Di sana, terdapat beberapa kursi tunggu dan seorang petugas.
Memasuki lobi itu, saya dibuat takjub oleh sebuah pemandangan indah. Jajaran sepatu tertata rapi di sisi kiri pintu utama. Entah bagaimana cara yang dilakukan Pak Kukuh dan Ustaz Adhit sehingga sepatu-sepatu anak-anak itu berjajar rapi. Melihat kebaikan itu, tanpa komando, murid-murid rombongan kedua pun gesit menyesuaikan diri. Mereka juga menata sepatu mereka sama rapinya seperti teman-teman mereka sebelumnya. Saya kian kagum dengan aksi anak-anak mungil itu.
“Teman-Teman, ini kita sedang di perpustakaan. Di sini banyak pengunjung yang sedang membaca. Jadi, bagaimana Anak-Anak harus bersikap?” tanya saya dengan suara lirih.
“Tenang.”
“Menjaga diri.”
“Tidak boleh berisik.”
“Tidak boleh bermain sebelum diizinkan.”
Saya mengapresiasi jawaban anak-anak.
Bu Eni—petugas Perpus—turut menyapa anak-anak di lobi. Beliau juga berbicara dengan suara yang pelan. Beliau menjelaskan kegiatan yang akan diikuti anak-anak dan mempersilakan kami masuk ke Ruang Belajar Modern (RBM). Selain ribuan buku, di sana juga terdapat arena bermain. Jenis permainannya pun beragam. Ada trampolin, ayunan, perosotan, jumping ball, mobil-mobilan besar, dan beberapa box besar mainan loose parts.
Berbagai jenis mainan tersebut sangatlah menggoda bagi anak-anak. Hebatnya, tak seorang pun dari mereka yang merengek minta bermain. Selama kurang lebih dua jam, anak-anak sangat patuh mengikuti ragkaian kegiatan yang disuguhkan.
Hingga tiba waktunya bermain, anak-anak sangat kegirangan. Mereka melampiaskan hasrat bermain mereka. Kian membanggakan, setelah dinyatakan waktu bermain usai, anak-anak pun membereskan mainan yang mereka gunakan kembali ke tempatnya.
Baca juga: Nampan dan Meja Biru
Selamat, Anak-Anak hebat! Kalian telah membuktikan bahwa kalian dapat dipercaya. Dan terima kasih, berkat kalian, gurumu ini semakin yakin. Meyakini bahwa kunjungan ini berdampak dan bermakna. (A2)