“Ada yang mau disampaikan?” tanya saya kepada anak-anak di sela kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
“Gantungan, Bu!” jawab Ridho setelah dipersilakan.
Hmmm. Gantungan? Gantungan kunci? Atau gantungan apa? Saya masih belum paham apa yang dimaksud Ridho.
“Gantungan itu, lo, Bu, yang di kamar mandi,” jelasnya.
“Ooo, iya? Astagfirullah. Saya terlupa tidak menyampaikan ke anak-anak mengenai tidak adanya kapstok di kamar mandi!” pekik saya dalam hati. Ternyata anak-anak peka mengenai hal ini, ya? Saya pun jadi penasaran. Berarti selama ini anak-anak masih menerapkan kebiasaan baik—pipis dengan jongkok?
“Lah! Selama ini, saat kalian pipis terus bagaimana?” selidik saya. “Silakan Fillio,” sila saya saat Fillio mengangkat tangan.
“Kalau saya, tak taruh di sini, Bu,” jelasnya sembari memeragakan menaruh di leher.
“Masyaallah. Kreatif sekali kamu, Fil,” puji saya.
“Kalau saya, tak taruh di gagang pintu, Bu,” jawab Ridho setelah dipersilakan.
“Kalau saya, tak taruh di keran, Bu,” sahut seorang anak.
“Ih, keren!” puji saya. “Ternyata kalian hebat-hebat, ya! Padahal tidak ada gantungan di kamar mandi, lo! Tapi Anak-Anak mencari cara agar pipisnya bisa sambil jongkok. Keren!” puji saya sembari mengangkat dua jempol.
“Nah, seperti itu kebiasaan baik, Anak-Anak. Silakan dilanjutkan terus, ya. Di mana pun kalian berada, di sekolah ataupun di luar sekolah. Bu Guru doakan semoga Allah mudahkan Anak-Anak selalu. Amin,” nasihat saya.
Semester genap tahun ajaran 2024/2025 baru memasuki hari kedua. Begitu pula dengan anak-anak yang baru menempati gedung baru SDIH 02. Yap, gedung ini baru diresmikan pada tanggal 1 Desember 2024. Dan mulai ditempati oleh segenap guru dan karyawan pada tanggal 20 Desember 2024. Tepatnya, setelah pembagian rapor. Kala itu, anak-anak baru libur sekolah. Sehingga hari ini hari kedua mereka merasakan gedung baru. Selayaknya bangunan baru, ada beberapa fasilitas yang belum terpenuhi—on the way—yang mungkin hal ini bisa dianggap remeh oleh sebagian orang. Padahal jauh-jauh hari sebelum menempati gedung baru, Bapak/Ibu Guru sudah mendata apa saja yang dibutuhkan. Namun, karena tidak secara langsung memantau pengadaannya, kami tidak tahu kalau ada beberapa perabot yang terlewatkan.
Ketika membaca draf tulisan saya ini, Bu Wiwik berkomentar, “Tulisan ini terasa dejavu. Dua kali menempati ‘gedung baru’.”
Apa maksud Bu Wiwik? Bukankah ini kali pertama anak-anak menempati Gedung baru? Sebelumnya, selama dua setengah tahun kami melaksanakan kegiiatan belajar mengajar di gedung lama. Bekas sekolah lain, berbeda jenjang dengan jenis pendidikannya.
“Saya teringat beberapa kejadian saat dulu menempati gedung lama rasa baru. Anak-anak sudah masuk, tetapi masih ada hal-hal yang belum siap,” sambung Bu Wiwik.
Oh, ternyata Bu Wiwik bersama Fillio dan kawan-kawan—ketika itu murid baru kelas 1—pernah mengalami hal serupa.
“Sehingga hari ini kali kedua mereka merasakan gedung baru. Beberapa tahun lalu anak-anak ini juga merasakan pengalaman menempati “gedung baru”. Bedanya, kali ini benar-benar gedung baru, sedangkan dulu hanya gedung lama yang disulap menjadi baru. Entah, apakah saat itu juga masih ada kekurangan yang mereka rasakan seperti saat ini juga,” tutur Bu Wiwik lagi.
Memang, anak-anak kelas 3 ini menjadi keluarga Hidayatullah lebih dahulu daripada saya. Jadi, saya tidak ikut merasakan pengalaman menempati gedung lama rasa baru itu. Ternyata mereka sudah dua kali mengalami kendala serupa: perlengkapan yang terlewatkan.
Apa pun yang terjadi, anak-anak berhasil unjuk kegigihan. Di tengah keterbatasan, selalu ada akal untuk mengatasi situasi. Dan hebatnya, tidak jarang kreativitas mereka di luar dugaan orang dewasa. Satu lagi bukti kebenaran janji Allah: bersama kesulitan, kan muncul kemudahan. Alhamdulillah.