Di tengah keriuhan lantunan Kalam Ilahi, tak sengaja saya pergoki seorang anak yang tiba-tiba mengucapkan kata “maaf”. Saya penasaran. Sebenarnya apa yang terjadi?

Semangat baru tumbuh. Tantangan baru menanti. Salah satunya, mengampu kelompok mengaji yang baru. Kelompok dengan komposisi anak yang pasti berbeda dari semester lalu. Mereka berada pada tingkat Al-Qur’an awal.

Selasa, (14/01/2025). Pertemuan kedua pelajaran BAQ di kelas 3. Usai tadarus bersama, saya lirik arloji yang melekat di tangan saya, pukul 09.00. Masih tersisa 15 menit menuju penghujung jam pelajaran. Saya segera beralih menyimakbacaan Naren di tingkat Gharib. Sembari menunggu Naren selesai membaca, beberapa anak yang lainnya saya beri tugas menandai Waqaf dan Ibtida’ di dua halaman berikutnya. Setelah ditandai, kemudian dibaca dengan level suara satu—pelan. 

Sesekali saya perhatikan mereka. Alhamdulillah, tampak kondusif. Mereka bekerja sama dan saling membantu. Setelah itu mereka melanjutkan membaca halaman berikutnya.

“Maaf,” ucap seorang anak yang mengejutkan saya.

Terdengar seperti suara Daffa. Saya penasaran. Saya pun bertanya kepada Daffa.

“Kenapa minta maaf, Daf?” selidik saya.

“Tadi saya mengembalikan pensilnya dengan cara melempar,” jawab Daffa.

Saya masih belum begitu jelas dengan maksud jawaban itu.

Sebentar, maksud Daffa pensilnya siapa?”

“Iqbal.

“Daffa tidak membawa pensil?”

Lupa, Ustaz,” jawab Daffa diikuti tawa kecil.

“Terus pinjam pensil ke Iqbal?”

“Iya, Ustaz.”

Saya pun melirik Iqbal. Tempat duduknya lumayan jauh dari Daffa. Hanya dengan mengulurkan tangan saja tidak akan sampai. Saya lihat Iqbal lagi. Dari raut wajahnya, ia tampak biasa saja. Enjoy saja. Bisa jadi Iqbal legawa dengan yang dilakukan Daffa kepadanya.

Setelah mendengar itu, saya paham apa yang sebenarnya terjadi. Daffa berusaha menjaga perasaan Iqbal. Daffa meminta maaf karena tidak sempat mengembalikan pensil Iqbal dengan cara mengulurkan tangan. Melainkan dengan cara melempar. Walaupun sebenarnya dengan cara melempar, terlihat kurang etis, Daffa mampu menutupinya dengan permintaan maaf.

Saya jadi teringat potongan hadis “… wa atbi’is-sayyiatal-ḥasanata tamḥuhā. Yang artinya, “… Iringilah perbuatan yang buruk dengan perbuatan yang baik sebagai peleburnya ….

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code