Selasa, (07/01/2025). Hari kedua masuk sekolah. Masih dalam suasana awal masuk sekolah setelah liburan akhir semester. Anak-anak terlihat riang gembira. Mungkin masih terbawa suasana liburan. Atau juga rasa rindu dengan suasana sekolah yang sudah mereka nanti. Ditambah menggembirakan lagi dengan gedung baru SDIH 02 yang sudah bisa ditempati. Alhamdulillah.

Kegiatan awal masuk sekolah, sebagian besar difokuskan pada penguatan pembiasaan budaya sekolah. Seperti: salat Duha, mengaji, simulasi menata isi tas, simulasi meminta izin masuk dan keluar kelas, simulasi mencuci piring, dan lain sebagainya.

Tiba waktu istirahat. Sebagian anak berjalan ke sana kemari. Menyusuri sudut demi sudut, ruang demi ruang, yang ada di gedung sekolahnya yang baru. Penasaran, salah satu alasan mereka melakukannya. Sebagian lagi di kelas. Menyantap bekal makan siangnya. Sebagian lagi di perpustakaan. Saat itu saya sedang berada di depan kelas 3. Tak sengaja mendengar percakapan dua anak yang hendak menikmati waktu istirahatnya.

“Leed, ayo main kejar-kejaran!” ajak Adit.

“Eh, bentar. Kita kan nggak boleh lari-larian di dalam sini,” jawab Qaleed.

Gimana kalau kita main petak umpet saja, yuk!” tawar Qaleed.

“Ya sudah, ayo!” jawab Adit.

Mereka pun segera bermain.

***

Senin, (13/01/2025. Jam makan siang tiba. Semua anak segera menuju ke kelasnya masing-masing usai menunaikan salat Zuhur berjemaah. Mereka bersiap-siap untuk makan siang bersama. Tak lupa Bapak/Ibu Guru juga turut serta mendampingi mereka. Saya menuju ke kelas 3. Ternyata mereka sudah siap menyantap makan siangnya. Saya lihat, sebagian makan di dalam kelas. Sebagian di kantin, yang berada di depan kelas 3. Saya duduk di antara anak-anak yang sedang makan di kantin. Beberapa anak sudah selesai makan. Beberapa yang lain belum. Tak sengaja saya mendengar seorang anak yang mengingatkan temannya.

“Dev!” Seru Qaleed.

“Bagaimana, Leed?” tanya Deva.

“Ini, loh, sisa makananmu yang jatuh belum dibersihkan,” jawab Qaleed sambil menunjukkan sisa makanan yang terjatuh.

“Oh, iya.”

Deva dengan tanggap segera membersihkannya.

Mendengar percakapan mereka, saya merasa lega. Budaya mengingatkan sudah mulai menjamur di lingkungan sekolah. Ketika ada teman mereka yang hendak, sedang, atau sudah melakukan sesuatu yang tidak tepat, anak-anak dengan tanggap segera mengingatkannya. Anak-anak sudah berpegangan kuat dengan salah satu nasihat dari bapak/ibu gurunya. Saling mengingatkan. Tentu saja dalam hal kebaikan. Dan Qaleed telah mengamalkannya.

Saya teringat. Sepertinya pernah membuat tulisan tentang mengingatkan. Saya penasaran. Saya coba mencarinya di web SDIH 02. Ketemu! Judulnya “Mengingatkan”. Saya baca tulisannya lagi. Saya takjub. Pelakunya masih orang yang sama: Qaleed. Ternyata budaya mengingatkan masih terjaga dalam diri Qaleed. Terekam oleh saya, bahwa sejak dari kelas 2, Qaleed telah memulai mengamalkan budaya saling mengingatkan. Hingga saat ini—kelas 3. Mungkin oleh bapak/ibu guru yang lain, Qaleed sudah melakukannya sebelum saya tahu. Yang jelas, Qaleed telah menjaga budaya mengingatkan tetap melekat dalam dirinya. Lanjutkan, Nak!

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code