Hari masih pagi. Suasana kelas masih sepi. Baru beberapa anak saja yang sudah tiba di kelas. Seraya tangan merapikan meja, pandangan mata saya tertuju ke arah pintu. Rara, murid kelas 2, mendekati saya. Ia mengulurkan tangan kanannya sambil mengucap salam. Saya sambut uluran tangan Rara. Rara pun mencium punggung tangan saya dengan hidungnya.

Wa’alaikumus-salãm, Mbak Rara,” jawab saya.

“Mbak Rara diantar siapa tadi?”

“Diantar Ibu, Bu.”

Hening sejenak. Rara mengamati sekitar. Gerak-geriknya menunjukkan ia ingin membicarakan sesuatu. Saya hanya diam. Sembari menata beberapa lembar kertas yang (sebenarnya) sudah rapi.

“Bu Wiwik takut darah, ya?” selidik Rara.

“Kok, Mbak Rara tahu?” timpal saya.

Saya benar-benar tidak punya petunjuk apa pun. Dari mana Rara tahu tentang ini? Saya pun bertanya-tanya dalam hati.

“Saya sudah selesai membaca buku ‘Semai’, Bu,” respons Rara.

Baca juga: Menulis Itu (Tidak) Mudah

Seketika, perasaan saya yang semula biasa saja, berubah menjadi berbunga-bunga. Hanya karena kalimat terakhir yang diucapkan oleh gadis manis itu. Saya tidak lagi memikirkan rasa penasaran saya tadi. Bukan karena sudah terjawab, melainkan karena terlupakan. Tertutup oleh fakta yang membuat saya bahagia.

“Cerita tentang Bu Wiwik yang fobia darah ada di shortcut,” jelas Rara.

“Oh, iya. Bu Wiwik ingat. Itu cerita tentang Fathir, ya?”

“Iya, Bu. Waktu dia (Fathir) mimisan.”

“Masyaallah. Semoga bukunya bisa menjadi kenang-kenangan saat Rara dan teman-teman sudah besar nanti, ya.”

“Saya juga sudah selesai membaca buku yang hijau,” terang Rara.

“Oh, berarti Mbak Rara sudah membaca dua buku?”

Rara mengangguk.

Rasa bangga sekaligus kagum menyeruak. Betapa tidak? Dua buku yang telah “dilahap” Rara berisi lebih dari 354 halaman! Kedua buku itu berisi cerita keseharian murid-murid. Seperti halnya yang saya ceritakan pada tulisan ini. Kami—para guru—mengais kisah-kisah ringan nan menggelitik untuk kami kisahkan ulang dalam tulisan. Kedua buku itu bertajuk “Semai Benih Karakter Utama”, edisi perdana dan kedua.

Baca juga: Sudut Pandang

Jauh sebelum ini, Elora dan Icha juga pernah melapor kepada saya bahwa mereka juga telah membaca habis buku “Semai” yang mereka dapatkan. Terima kasih, Rara, Elora, dan Icha. Kalian telah memberikan penghargaan tertinggi kepada guru-guru kalian. (A2)

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code