Rabu (11/12/2024) merupakan hari ketiga anak-anak mengikuti Penilaian Akhir Semester (PAS). Tak seperti hari biasa. Saat PAS, meja murid ditata berbanjar. Antara meja yang satu dan meja yang lain diberi jarak.

Hari itu terjadwal Pelajaran Agama Islam (PAI): Fikih, menulis Arab, dan hafalan hadis. Saat hafalan hadis, para murid dipanggil satu per satu. Mereka menyetorkan hafalannya. Terdapat tiga penguji: saya, Pak Kukuh, dan Bu Puput. Saya menilai hafalan sembilan murid. Sembilan murid berikutnya dinilai oleh Pak Kukuh. Dan sisanya dinilai oleh Bu Puput. Murid yang sudah selesai tes hafalan dan yang masih menunggu giliran dites mengerjakan tulisan Arab. Dengan demikian, situasi kelas kondusif bagi anak-anak yang sedang maju tes hafalan: tenang.

Saat Langit dipanggil Pak Kukuh untuk hafalan hadis, ia bersegera mengakhiri aktivitasnya. Pensil dan selembar kertas tulisan Arab ia letakkan di atas meja. Kemudian berjalan perlahan menuju meja Pak Kukuh.

Ups, ada yang ganjil. Ia lupa memasukkan kursinya ke kolong meja. Spontan, saya memanggilnya. Namun, ia bergeming. Langit masih berjalan tenang. Mungkin ia sudah fokus ke arah Pak Kukuh. Sehingga tidak mendengar panggilan saya. Saya pun hendak menghampirinya. Namun, saya urungkan.

Qaleed, yang duduk di sebelah kanan Langit, mengerti “mengapa saya memanggil Langit”. Ia juga memanggil Langit, “Ngit … Langit ….”

Lagi dan lagi. Langit masih bergeming.

Tak kehabisan ide. Qaleed menghampiri Langit, yang baru saja duduk di depan meja Pak Kukuh. Saat Qaleed berjalan menghampiri Langit, Cemara—yang duduk di belakang Qaleed—langsung beraksi memasukkan kursi Langit ke kolong meja.

Melihat hal itu, saya mengangkat jempol kanan dan tersenyum. Cemara juga membalas dengan senyuman.

Masyaallah. Berdesir hati saya. Serasa mendapat hawa sejuk ke dalam hati. Terima kasih pelajarannya, Langit, Qaleed, dan Cemara!

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code