“Bu, ada wali murid yang mau ambil rapor,” lapor Pak Yuli—sekuriti Sekolah—di ambang pintu kelas 1.

“Oh, nggih, Pak,” jawab saya singkat.

Saya mengekor di belakang Pak Yuli. Beliau mempertemukan saya dengan tamu yang dimaksud.

“Asalamualaikum, Bunda,” sapa saya.

Wa’alaikumus-salãm, Bu Wiwik,” jawab beliau.

Ini merupakan kali pertama saya bertemu beliau—Bu Maya. Meski demikian, saat saling sapa, saya langsung bisa menebak bahwa beliau adalah ibunda Javier. Ada tiga rapor yang belum terambil. Dua di antaranya, saya pernah bertemu dengan orang tua si empunya rapor.

Saya menjelaskan perkembangan belajar Javier. Bu Maya menyimak dengan saksama. Perbincangan pun mengalir. Bu Maya sangat terbuka dan ramah. Sesekali, beliau juga melibatkan Qonita—kakak Javier—dalam perbincangan.

“Bu Wiwik, saya ada cerita yang …,”ucap Bu Maya.

Beliau tidak melanjutkan kalimatnya, tetapi ekspresi wajah beliau menyiratkan keharuan.

“Kemarin, saat kami makan bersama, Alik—panggilan Javier di rumah—tiba-tiba mengambilkan air putih untuk saya. ‘Ini untuk Umi,’ katanya,” terang Bu Maya sambil memeragakan suara lembut putranya saat menyuguhkan air putih.

“Lalu, sebelum tidur, dia mengetuk pintu kamar saya. Mendekati dan memeluk saya sambil berucap, ‘Terima kasih, ya, Umi, sudah melahirkan Alik. Alik sayang Umi.’ Begitu, Bu. Saya kaget sekaligus terharu,” lanjut Bu Maya.

Tampak mata beliau berkaca-kaca.

“Masyaallah. Saya merinding mendengarnya, Bun,” timpal saya.

Bu Maya mengelaborasi cerita tentang sikap manis Javier beberapa hari lalu.

“Terima kasih, Bu Wiwik, sudah memberikan tugas itu kepada anak-anak.”

Sami-sami, Bunda. Alhamdulillah, semoga tugas-tugas yang kami berikan memberikan dampak yang bermakna bagi anak-anak.”

Sejak Senin (16/12/2024), anak-anak mulai membuat bingkisan untuk ibu mereka masing-masing. Bingkisan sederhana berupa buket mini berisi cokelat dan mawar. Keesokan harinya, mereka membuat kartu ucapan.

“Teman-Teman, Bu Wiwik hendak menyampaikan sesuatu. Selama dua hari ini, Anak-Anak sudah membuat bingkisan dan surat (kartu ucapan) untuk Mama. Ada yang tahu, apa alasannya?”

“Karena Hari Ibu!” jawab sebagian besar murid.

“Iya, betul. Kapan, sih, Hari Ibu diperingati?”

“Tanggal 22, Bu!” seru salah seorang anak.

“Iya. Betul sekali. Nah, tanggal 22 itu masih agak lama.”

Saya mengambil kalender dan menunjukkannya kepada murid-murid.

“Hari ini tanggal 17. Tanggal 22-nya kapan?”

“Hari Ahad!”

“Betul sekali! Nah, sekarang, Bu Wiwik akan menyampaikan rahasia. Anak-Anak perhatikan, ya,” pinta saya dengan suara level 1.

“Bingkisan dan surat yang sudah Anak-Anak buat, diberikan ke mama kalian masing-masing. Bu Wiwik dan Bu Eva memberi dua pilihan waktu: boleh nanti sepulang sekolah atau Hari Ahad tanggal 22. Kalau mau diberikan hari Ahad, berarti Anak-Anak harus menyembunyikan bingkisannya dulu.”

“Tapi, kalau nanti ketahuan Mama gimana, Bu?” tanya Gabi.

“Insyaallah, Mama enggak tahu. Nanti, Bu Guru kasih kresek untuk tempat buketnya.”

Tampak wajah-wajah kecil itu berbinar. Mereka tertarik dengan tantangan yang kami ajukan. Meski masih berjeda lima hari, sebagian besar murid-murid memilih untuk menyerahkan bingkisannya hari Ahad.

“Saya dan Papa mau kasih kejutan buat Mama waktu Hari Ibu,” celetuk Asha.

“Mbak Asha mau kerja sama sama Papa?”

“Iya, Bu. Nanti kita mau kasih kejutan,” jelas Asha dengan mata berbinar.

“Selain memberi bingkisan, ada tugas lain yang harus Anak-Anak kerjakan. Tugasnya adalah melayani Ibu dan memeluk Ibu sambil mengucapkan terima kasih. Melayani Ibu bisa dengan memijit atau membuatkan minuman kesukaan Ibu. Bisa juga dengan membantu pekerjaan Ibu di rumah. Intinya, Anak-Anak berusaha untuk menyenangkan hati Ibu.”

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sejak Ahad pagi, saya rajin membuka status WhatsApp wali murid. Cukup banyak murid-murid yang rela menunda memberikan kejutan hingga Hari Ibu tiba. Selain memberikan kesan yang lebih mendalam, penundaan itu membuktikan kesungguhan dan tanggung jawab, serta dedikasi anak-anak. Mereka rela menangguhkan ego dan kesabaran mereka demi menepati janji pada diri sendiri. Kian bersyukur, para wali murid sangat mendukung dan bersedia “bekerja sama” demi suksesnya kejutan dari putra-putri mereka.

Terima kasih, Bunda-Bunda hebat! Selamat Hari Ibu! (A2)

Bagikan:
Scan the code