“Teman-Teman, yang sudah selesai, silakan persiapan wudu,” ucap Bu Indah.

Anak-anak segera melipat baju dan celana. Lalu duduk berbaris di karpet.

“Teman-Teman, dipastikan kembali, saat mengantre wudu tidak perlu banyak berbicara. Jika ada keperluan untuk berbicara dengan teman yang di dekatnya, cukup dengan level 1. Dan saat wudu tidak boleh berbicara, bagi yang berbicara akan diminta untuk mengulang wudunya. Mengerti?” jelas Bu Indah.

“Mengerti, Bu,” jawab anak-anak.

Anak-anak yang barisannya dipanggil segera menuju tempat wudu.

Saya dan Bu Indah menemani anak-anak wudu. Hingga pada “kloter” wudu terakhir, tinggal saya yang menemani. Bu Indah sudah kembali ke kelas. Tristan dan Rafa-lah peserta “kloter” terakhir itu.

“Silakan, dimulai wudunya,” aba-aba saya.

Tristan menyelesaikan wudunya lebih dulu.

Tungguin, Tris,” ucap Rafa.

“Rafa, silakan diulang wudunya. Rafa berbicara barusan” ucap saya.

Rafa mengulang wudunya. Tristan, yang sudah menyelesaikan wudunya, segera berdoa setelah wudu.

Usai Tristan doa setelah wudu, ia berjalan untuk kembali ke kelas.

“Aku duluan, ya, Raf,” ucap Tristan.

“Sebentar,” jawab Rafa.

“Ulangi lagi, Rafa,” komando saya.

“Yah,” Rafa mengeluh, tapi ia tetap mengulangi wudunya.

Rafa mengulang sampai beberapa kali karena ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berbicara.

“Besok, jika Rafa masih berbicara saat wudu, Bu Yunita akan meminta Rafa mengulang terus,” ucap saya.

“Iya, Bu,” jawab Rafa sambil tersenyum malu.

Hari Senin, usai pelajaran Matematika adalah pembiasaan Duha. Saya menemani anak-anak wudu hingga “kloter” terakhir. Ada Rafa dan Rara yang baru saja datang dari kamar mandi. Saya mempersilakan mereka untuk berwudu.

“Silakan dimulai wudunya, Rafa dan Rara,” aba-aba saya.

Mereka segera memulai wudunya. Saya melihat Rafa dan Rara berbicara, tapi saya kurang mendengar apa yang mereka bicarakan. Saya mencoba memberi isyarat. Saya berdeham dan melirik ke arah Rafa. Rafa memandangi saya. Eh, ternyata Rafa peka. Tanpa saya mengingatkan dengan ucapan, ia mengulangi wudunya. Rara, yang belum mengerti dengan isyarat yang saya berikan, saya minta untuk mengulang wudunya.

Usai Rafa dan Rara menyelesaikan doa setelah wudu, saya memancing Rafa untuk konfirmasi. Rara sudah lebih dulu kembali ke kelas.

“Rafa, tadi kenapa mengulang wudu?” tanya saya.

He-he, tadi saya bicara, Bu,” jawab Rafa.

“Berarti Rafa tahu, kalau tadi Bu Yunita memberi isyarat?” sambung saya.

“Iya, Bu,” jawabnya.

“Bagus, Rafa. Besok lagi, tidak boleh berbicara, ya, saat wudu,” tambah saya.

“Iya, Bu,” jawabnya sambil tersenyum.

Saya terkesan. Ternyata, Rafa peka dengan isyarat yang saya berikan. Awalnya saya ragu karena saya tidak mendengar persis apa yang mereka berdua bicarakan. Maka dari itu, di awal saya hanya memberi isyarat dan tidak menegur dengan ucapan. Dari peristiwa ini, Rafa menyadari bahwa ia melakukan suatu kekeliruan dan tanpa diminta, ia segera memperbaiki kekeliruaannya.

Keren, Rafa!

Baca juga: Sangat Mengesankan

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code