“Bu, sudah boleh persiapan wudu?” tanya Nirmala saat saya masih berkutat dengan laptop.

Saya melirik jam di pojok kanan bawah layar laptop. Tiga menit lagi bel tanda istirahat berakhir. Pertanyaan Nirmala saya respons dengan anggukan kepala. Nirmala segera mengumumkan ke teman-temannya.

“Persiapan wudu!”

Kalimat yang diucapkan Nirmala itu dengan cepat menyebar. Hingga anak-anak yang bermain di luar pun turut mendengarnya. Mereka berdatangan masuk kelas, minum, lalu melipat lengan baju dan celana.

Bersyukur, anak-anak sudah kian peka dengan alur dan durasi rutinitas harian mereka di sekolah. Mendekati bel pergantian kegiatan, mereka sudah otomatis menyiapkan diri untuk kegiatan berikutnya.

Hari Kamis anak-anak memakai seragam batik hijau. Seragam identitas Hidayatullah. Desain atasannya seperti baju koko. Lengannya berkancing. Ada dua saku di bagian depan bawah. Bawahan putri berupa rok plisket panjang, sedangkan yang putra celana panjang.

Perhatian saya teralihkan. Saya amati anak-anak manis itu. Mereka sibuk bersiap wudu.

“Bu Wiwik, tolong bukakan kancing saya,” pinta Adys manja.

Kancing lengan kirinya sudah terbuka. Adys menyerah dengan kancing satunya. Saya tak segera memberi pertolongan. Saya lebih memilih untuk memujinya dulu.

“Masyaallah, Mbak Adys sudah bisa membuka kancing sendiri. Sekarang, latihan yang satunya, ya.”

“Saya sudah coba, Bu. Tapi enggak bisa terus,” jawab Adys dengan bunyi “r” yang masih cadel.

“Adys, sini, aku bantuin!” sergap Asha.

Kedua bocah itu asyik dengan kesibukan mereka.

Sekitar sepekan sebelumnya, Adys masih meminta bantuan saya untuk dibukakan kancing di kedua lengan bajunya. Hari ini, tangan kanan Adys sudah berhasil menaklukkan kancing kirinya. Saya yakin, suatu hari nanti, tangan kiri Adys juga akan menyusul kesuksesan tangan kanannya.

***

Ketekunan Adys juga sangat terasa saat ia berbicara kepada kami, guru-gurunya. Jumat, 11 Oktober 2024, saya, Bu Eva, dan Ustaz Adhit berkunjung ke rumah Adys dan Gabi. Keduanya adalah saudara kembar. Satu kunjungan untuk dua murid sekaligus.

Selama kunjungan, dua kakak beradik ini tak berhenti bicara. Menyenangkan sekali mendengar celoteh mereka berdua. Apa saja diceritakan.

“Saya punya kucing namanya Oyen,” jelas Adys.

“Aku lahir …,” belum sempat Gabi menyelesaikan kalimatnya, Adys menyergap, “Saya!” Gabi paham apa yang dimaksud kakaknya.

“Saya lahir duluan, tapi malah Adys yang jadi kakaknya,” seloroh Gabi sambil menggaruk kepalanya.

“Aku takut …,”

“Saya!” sergap Adys lagi.

“Iya. Saya takut ke kamar mandi soalnya ada laba-laba.”

Adys kembali membuktikan ketekunannya. Ia telah fasih menggunakan kata “saya” saat berbicara dengan gurunya. Ia bahkan selalu mengingatkan adik kembarnya. Tak hanya itu, salah satu gurunya mendapati Adys telah bisa menerapkan adab saat menguap, yakni dengan menutup mulutnya. Fakta itu terekam dalam catatan anekdot 11 Oktober 2024.

Melepas kancing, menggunakan kata “saya”, dan menutup mulut saat menguap bisa jadi hal enteng. Namun, akan menjadi berat jika hendak menaikkan levelnya menjadi kebiasaan. Alhamdulillah, ketekunan Adys berbuah manis. Ia telah naik level dari bisa menjadi biasa. Selamat, Adys!

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code