“Bagaimana kalau kita mengikuti POR, Pak?” usul Pak Kukuh.

Saat itu Pak Kukuh baru saja mengikuti pertemuan rutin KKG—Kelompok Kerja Guru—Olahraga Kecamatan Banyumanik. Ada sejumlah mata lomba dalam POR (Pekan Olahraga) yang diselenggarakan KKG tersebut. Di antaranya, lomba renang dan lomba atletik. Di dua mata lomba itulah Pak Kukuh mengusulkan, mengirim delegasi untuk mengikutinya.

Saya tentu sangat bersyukur. Memang saya lebih suka “usulan dari bawah” daripada “instruksi dari atas”. Dari pengalaman saya, “usulan dari bawah” jauh lebih mudah direkayasa menjadi pembelajaran bermakna. Namun, saya tidak anti terhadap “instruksi dari atas”. Terkadang itu dibutuhkan.

Maka, saya menyambut baik usulan Pak Kukuh. Tapi saya tidak boleh asal setuju. Saya tanyakan banyak hal. Terutama tentang kesiapan anak. Penjelasan Pak Kukuh cukup meyakinkan saya. Pak Kukuh tidak menjanjikan kemenangan. Dan saya juga tidak berfokus pada kemenangan. Menurut saya, yang terpenting anak berproses dan mendapatkan pengalaman belajar. Tak terkecuali belajar menyikapi kekalahan. Itu sangat dibutuhkan anak-anak. Bahkan, orang dewasa pun membutuhkannya. Sudah terlalu sering mendapati berita tentang orang dewasa yang menyikapi kekalahan dengan kekanak-kanakan. Saya duga, itu karena saat masa kanak-kanak belum belajar—dengan tuntas—menyikapi kekalahan. Ups, tak perlu jauh-jauh. Saya pun masih begitu. He-he.

Lima anak kelas 3—Adit, Fillio, Itaf, Qaleed, dan Cemara—diikutkan lomba atletik. Satu anak kelas 2—Rafa—diikutkan lomba renang.

Lomba atletik dilaksanakan Senin (07/10/2024). Di lapangan Merbau, Padangsari, Banyumanik. Pukul 07.30 lima anak berangkat ke lapangan Merbau. Diantar oleh Pak Kukuh, Bu Puput, dan Bu Ambar. Sebelum zuhur, mereka sudah kembali ke Sekolah. Mereka bisa mengikuti jemaah Zuhur di Sekolah sebagaimana biasa. Usai salat Zuhur, saya bertemu Pak Kukuh.

Gimana tadi, Pak Kukuh?”

“Anak kita tidak ada yang menang, Pak. Kita yang paling muda usianya. Sekoah lain rata-rata anak kelas 5 dan 6,” jawab Pak Kukuh.

“Tidak jadi dibikin kategori kelas bawah (kelas 1—3) dan kelas atas (4—6)?”

“Itu yang lomba renang, Pak. Yang atletik dijadikan satu kategori.”

Ups, ternyata saya salah memahami. Saya kira lomba atletik pun dibuat kategori kelas atas dan kelas bawah. Namun, ini sudah terjadi. Ya, sudah, semoga menjadi pembelajaran semua pihak. Termasuk anak-anak semoga berhasil menuntaskan belajar menyikapi kekalahan.

Adapun lomba renang dilaksanakan Kamis (10/10/2024). Bertempat di kolam renang Kodam IV Diponegoro. SD Islam Hidayatullah 02 hanya mengikutkan satu anak. Rafa, kelas 2. Pak Kukuh berangkat dari Sekolah sekitar pukul 07.30. Pak Kukuh kembali ke Sekolah lagi sekitar pukul 11.00. Tanpa Rafa. Rafa dipersilakan langsung pulang. Untuk istirahat.

Saat pelaksanaan lomba, Rafa menjalani empat sesi. Tiap sesi dengan gaya yang berbeda. Sesi pertama, gaya dada. Rafa kalah. Ia di urutan keempat. Sedangkan yang mendapat juara hanyalah sampai dengan urutan ketiga. Di sesi kedua—gaya bebas, Rafa hampir juara pertama. Namun, menjelang finish, Rafa disalip peserta lain. Akhirnya, Rafa meraih juara kedua.

Setelah sesi kedua selesai, Rafa tidak mau lagi melanjutkan. Rafa beralasan sudah capek. Entahlah, alasan sebenarnya apa. Namun, pengalaman dua sesi sebelumnya memang berpeluang menurunkan semangat Rafa. Apalagi yang sesi kedua. Hampir-hampir ia meraih juara pertama. Ternyata, ada peserta lain yang mampu menyalipnya. Saya sangat bisa memahami jika Rafa tak bersemangat melanjutkan lomba.

Pak Kukuh lalu membujuk Rafa. Pak Kukuh berusaha memberi pengertian dan pemahaman kepada Rafa. Akhirnya Rafa tetap mengikuti sesi ketiga, yakni gaya punggung. Masyaallah, justru Rafa berhasil meraih juara pertama.

Dan anehnya, usai meraih juara pertama di sesi ketiga, Rafa masih tak bersemangat melanjutkan lomba. Bahkan, setelah sesi ketiga, Rafa muntah. Akhirnya, Pak Kukuh membujuk kembali. Pak Kukuh berusaha memberi pengertian Rafa. Akhirnya, Rafa tetap mengikuti sesi keempat—gaya kupu-kupu. Dan masyaallah, Rafa meraih juara pertama lagi.

Begitulah, Rafa akhirnya meraih juara. Setelah mengalami proses yang sangat dinamis. Bersyukur, Pak Kukuh terus memberi support yang dibutuhkan Rafa. Andai Pak Kukuh mengiyakan keinginan Rafa, menyudahi sebelum perlombaan akhir, kemungkinan besar Rafa tidak meraih juara pertama. Dan lebih dari itu, sebetulnya Rafa sedang belajar untuk tidak mudah putus asa. Alhamdulillah, terima kasih, Pak Kukuh. (A1)

Baca juga: Putus Asa?

Bagikan:
Scan the code