Sebagaimana hari lainnya. Pagi itu saat tahfiz, Bu Layla tidak luput bertanya kepada siswa tentang salat lima waktu. Pembiasaan itu sepertinya sudah terpatri di pikiran siswa. Di kelas 2 ini, terbukti sesekali satu bahkan dua siswa mengingatkan Bu Layla perihal pertanyaan salat. Gibran salah satunya. Berbeda dengan hari lain. Hari Jumat, Bapak/Ibu Guru memberikan pesan khusus perihal salat, mengaji, maupun kebaikan lainnya saat sekolah libur. Tepatnya Sabtu dan Ahad. Begitu juga Bu Layla.

Hari itu Bu Layla, Bu Yunita, dan Bu Indah tersenyum bahagia. Semua siswa mengangkat tangannya saat ditanya salat lima waktu mereka. Artinya, semua siswa melaksanakan salat lima waktu. Seketika Bu Layla berkecamuk untuk mencari akal. Apakah cukup dengan melaksanakan salat lima waktu saja? Tampaknya kurang menantang bagi mereka. Karena hari itu nyata tercapai. Bahkan, tiap harinya hampir 90% siswa kelas 2 melaksanakannya.

“Anak-Anak, alhamdulillah, hari ini sudah hari Jumat. Artinya besok hari Sabtu dan Ahad. Tentu sekolah kalian libur. Namun, apa yang tidak libur?” tanya Bu Layla.

“Salat dan mengaji tidak libur,” jawab seluruh siswa dengan kompak.

Yap, betul sekali. Salat dan mengaji kalian tidak libur. Tentu tidak hanya kedua itu saja. Kebaikan-kebaikan kalian yang sudah terbiasa dilakukan juga tidak libur, ya,” jelas Bu Layla.

“Oh, iya. Hari ini Ustazah, Bu Yunita, Bu Indah sangat bahagia dan bangga. Mengetahui kalian semua berhasil melaksanakan salat lima waktu. Muslim dan muslimah yang cerdas dan kuat, tentu selalu berusaha melakukan perbuatan yang disukai oleh Allah. Hari Sabtu dan Ahad, Ustazah ada tugas untuk kalian. Tugas anak putra yaitu salat lima waktunya berjemaah di masjid. Untuk anak putri, tugasnya yaitu salat berjemaah boleh di rumah, boleh di masjid,” jelas Bu Layla.

Ekspresi anak-anak seketika bervariasi. Ada yang menunjukkan ekspresi kaget, ada pula ekspresi antusias. Rara, salah satunya. Saat Rara tahu mendapatkan tugas dari Bu Layla, dia seakan-akan menguatkan bahwa meski tidak diberi tugas Bu Layla, dia sudah melaksanakannya, bahkan di masjid. Tidak hanya Rara. Fathir dan Keenan juga demikian. Rasanya tugas tersebut bukanlah suatu hal yang memberatkan bagi mereka. Bu Layla makin antusias jika anak-anak akan melaksanakannya.

Tibalah hari Senin pada pekan berikutnya. Bu Layla tidak menindaklanjuti hasil tugas yang diberikan untuk siswa. Namun, apa yang terjadi? Sejumlah 10 dari 13 siswa putri melaksanakannya. Termasuk Inara. Sedangkan 3 siswa lainnya salat lima waktunya tidak berjemaah. Lalu, sejumlah 6 dari 9 siswa putra melaksanakannya. Sedangkan 3 siswa lainnya salat lima waktunya hanya satu atau dua waktu salat saja yang berjemaah di masjid. Sekali dayung, dua pulau terlampaui.

Semua siswa mendapatkan apresiasi dari Bu Layla. Semuanya melaksanakan kebaikan. Yang salat lima waktunya belum berjemaah, atau bahkan sekali tempo, mendapat pahala dari kebaikannya, berupa pelaksanaan salat fardunya. Yang salat lima waktunya berjemaah, baik di rumah maupun di masjid utamanya, mendapatkan banyak kebaikan sekaligus. Pahala melaksanakan salat fardu, pahala menghormati waktu, dan pahala salat berjemaah.

Fathir, salah satu siswa yang istikamah melaksanakan salat berjemaah di masjid. Saat usai salat Duha di kelas, dia menunjukkan manfaat lain dari salat berjemaah di masjid. Yaitu pengetahuan tentang sujud sahwi. Saat Bu Yunita bertanya perihal apa yang harus dilakukan saat kita lupa membaca surah Al-Fatihah (atau rukun salat lainnya), Fathir menjawab dengan tegas. Dia mengakui bahwa pengetahuan tentang sujud sahwi dia dapatkan saat salat berjemaah di masjid.

Alhamdulillah. Pengalaman Fathir didengarkan langsung oleh teman-teman lainnya di kelas. Semoga menjadi penyemangat untuk Fathir dan teman-teman di kelas. Terima kasih, Fathir!

Bagikan:

Leave a Reply

Scan the code