Hari kedua MPLS, Selasa (23/07/2024). Kegiatan hari ini difokuskan untuk membangun kebersamaan antarkelas. Murid-murid kelas 1, 2, dan 3 melakukan kegiatan bersama. Setelah apel dan tahfiz pagi, murid-murid berkumpul di lapangan. Bu Eva memimpin barisan.
“Siap, gerak! Rentangkan tangan, gerak!” aba-aba Bu Eva menggunakan pengeras suara.
Butuh waktu sekitar tujuh menit untuk membariskan murid-murid sesuai komando. Bu Nika bertugas sebagai operator. Beliau menyiapkan audio SKJ 88. Bu Eva memberi isyarat kepada Bu Nika untuk menyetel audio yang telah disiapkan.
Beberapa murid ditunjuk baris di depan. Ada Azza, Salma, Nadia, dan beberapa murid lainnya. Mereka dianggap lebih hafal gerakan senam tersebut dibanding teman-temannya yang lain.
Tak hanya murid-murid, para guru pun turut serta dalam kegiatan ini, termasuk Pak Kambali. Bahkan, Bu Ambar dan Bu Nika (pegawai TU) pun tak mau ketinggalan. Begitu musik diputar, ingatan saya melayang ke puluhan tahun silam. Alunan musiknya terasa familier. Bahkan, Pak Kambali ternyata juga masih mengingat beberapa gerakannya. Ya, SKJ 88 merupakan salah satu senam legendaris.
Seusai senam bersama, murid-murid mengikuti permainan “mencari teman”.
“Saat nanti sudah berkumpul sesuai jumlah teman yang diminta, anak-anak harus saling berkenalan. Kakak kelas 2 dan 3 bisa memberi contoh kepada adik kelas 1,” jelas saya mengawali permainan.
“Jongkok senang. Berdiri senang. Berputar-putar mencari teman. Berputar-putar, berkeliling. Sambil mencari teman …. Lima!” komando saya.
Murid-murid berhamburan membentuk kelompok beranggotakan lima anak. Saya kembali menyanyikan instruksi menggunakan pelantang suara. Kali ini saya menyebut angka 10. Tampak murid-murid menggabungkan dua kelompok yang sudah terbentuk sebelumnya.
Lagu komando itu saya lantunkan hingga beberapa kali lagi. Saat saya melirik jam, ternyata hampir jam 8. Bu Eva juga sudah mengode untuk menyudahi permainan. Sebagaimana kesepakatan sebelumnya, permainan ini harus diakhiri dengan pembentukan kelompok dengan anggota 6 anak. Saya nyanyikan lagu komando terakhir dengan menyebut angka 6.
Murid-murid putri diarahkan ke area depan tempat wudu. Di sana, mereka melanjutkan permainan “menjaga pensil”. Setiap kelompok terdiri atas 6 anak. Dua kelompok dipersilakan mengikuti permainan terlebih dahulu. Mereka berdiri melingkar. Setiap anak menerima sebatang pensil. Tiap pensil harus dijaga hanya menggunakan jari telunjuk. Setiap anak bertugas untuk menjaga pensil di jari telunjuk kanan dan kiri. Setelah siap, murid-murid berjalan bersama hingga garis finis.
Sementara itu, murid putra mengikuti pertandingan futsal persahabatan di lapangan. Ustaz Adhit telah membagi 44 murid putra ke dalam 6 tim. Lima tim beranggptakan 7 anak, 2 tim lainnya beranggotakan 8 anak.
Dua tim mulai bertanding. Saya membersamai beberapa anak yang menonton pertandingan. Duduk lesehan di selasar kelas 1. Elqeil mendekati saya.
“Bu Wiwik, rumahku dekat dengan rumahnya Mas Fathir,” ujar Elqeil.
Ada sesuatu yang kurang nyaman yang saya rasakan. Seperti halnya Elqeil, anak-anak kelas 1 masih menggunakan kata “aku” saat berbicara dengan gurunya. Saya sengaja membiarkannya dulu. Ini akan menjadi target pembiasaan berikutnya. Saat ini, saya dan Bu Eva bersepakat untuk membenahi kebiasaan menata isi tas, sandal, dan keluar masuk ruangan dulu. Penggunaan level suara, kata “saya”, dan pembiasaan-pembiasaan lain akan kami sampaikan secara bertahap menyesuaikan kesiapan anak.
“O, ya? Bu Wiwik pernah ke rumahnya Mas Fathir, lo.”
“Rumahnya Mas Fathir, kan, dekat pos satpam. Kalau rumahku masih ke sana lagi, agak naik,” jelas Elqeil sembari memeragakan menggunakan tangan kanannya.
“Oh, begitu, Bu Guru boleh main ke rumah Elqeil?” selidik saya.
“Boleh,” jawab Elqeil berbinar.
“Insyaallah, besok Bu Guru main ke rumah El, ya.”
Elqeil mengangguk mantap.
“Eh, itu aku dipanggil. Elqeil lomba dulu, ya, Bu,” ucap El sambil berlari ke arah timnya.
Percakapan singkat itu sangat berkesan bagi saya. Hari kedua bertemu, El telah berani menginisiasi untuk mengajak gurunya berbincang. Tak terlihat ekspresi canggung dan malu di wajah mungil El. Senang rasanya.
Kemarin, interaksi saya dan anak-anak hanya sebatas interaksi formal di dalam kelas. Hari ini, dalam suasana bermain, saya merasa lebih leluasa mendekati anak-anak secara personal. Sekadar berfoto bersama atau menanyakan hal-hal ringan tentang mereka, ternyata sangat efektif untuk membangun hubungan.
Hari-hari berikutnya, saya menerima banyak laporan dari anak-anak.
“Bu, tadi Kaisar nabrak saya.”
“Bu Wiwik, kaki saya sakit.”
“Bu, jari saya tidak sengaja keinjak dia.”
Dan masih banyak lagi laporan-laporan lainnya.
Alhamdulillah, laporan-laporan itu saya yakini sebagai salah satu indikasi anak-anak mulai memercayai gurunya. Semoga, hari-hari berikutnya, saya dan Bu Eva dapat memperkuat kepercayaan murid-murid kepada kami. (A2)
Internet Chicks This was beautiful Admin. Thank you for your reflections.
Masyaallah, awal yang baik. Semoga kedepannya akan selalu menjadi kebiasaan baik untuk anak solih dan solihah SDIH 2.
masyaallah, semoga Allah memudahkan kita para guru untuk berproses menanamkan pembiasaan baik