Senin (10/06/2024) pagi saya menemui tiga guru baru. Bu Yunita, Bu Puput, dan Bu Indah. Secara bersamaan. Di ruang saya. Untuk orientasi awal. Sekaligus saya mulai memberi tugas kepada mereka. Membaca postingan terbaru dan mengomentarinya. Itulah salah satu tugas yang saya berikan.

Selepas jemaah Asar, saya penasaran. Sudahkah guru baru melaksanakan tugasnya? Saya buka grup WhatsApp Sekolah. Ups, ternyata belum ada link postingan terbaru. Ini hari Senin. Berarti, jadwalnya Pak Aruf. Haruskah saya mengingatkan Pak Aruf?

Baca juga: Posting

Mulai Sabtu (08/06/2024) hingga Jumat (14/06/2024) Pak Aruf cuti menikah. Ya, Pak Aruf melangsungkan pernikahannya pada Ahad, 9 Juni 2024.

Saat pengajuan cuti, saya lupa menanyakan tentang posting tulisan di web. Padahal, tugas-tugas Pak Aruf lainnya sudah saya bicarakan. Tapi yang satu itu, betul-betul saya lupa. Dan sekarang, apa yang harus saya lakukan? Haruskah saya mengingatkan Pak Aruf? Rasanya, kurang pas jika itu saya lakukan. Bukankah saya sudah menyadari: yang lupa itu saya? Masa Pak Aruf yang harus menanggungnya?

Bila saya tidak mengingatkan, risiko terburuk: hari itu tidak ada postingan di web. Sebetulnya, tidak ada masalah hari itu tidak ada postingan. Namun, saya sudah telanjur menyampaikan kepada ketiga guru baru, tiap hari pasti ada postingan baru. Dan ini hari pertama bagi mereka. Akankah mereka tersuguhi ucapan yang tidak bisa dipegang? Saya membayangkan, ketiga guru baru itu sedang sibuk mencari postingan terbaru di web dan mereka gagal menemukannya.

Saya mencoba berpikir ulang. Saya masih sangat yakin, pasti ada solusi terbaik yang maslahat untuk semua pihak. Tetapi apa? Itu yang perlu saya pikirkan. Berbagai opsi saya coba munculkan. Tak terkecuali, opsi yang paling tidak tepat. Barangkali menjadi stimulasi munculnya opsi lain yang lebih tepat.

Sudah sekian lama saya berpikir. Masih buntu. Saya lihat jam. Sudah saatnya saya segera pulang. Saya berkemas. Memang saya belum berhasil mendapat solusi terbaik. Namun, saya tetap harus segera pulang. Bagaimana jika nanti gagal mendapatkan penyelesaiannya? Entahlah, saya pasrah. Saya yang keliru. Saya harus siap dengan risiko terburuk. Sekaligus untuk pelajaran bagi saya, kali lain saya perlu lebih cermat dan teliti.

Pukul 21.39 saya membuka grup WhatsApp Sekolah. Masyaallah! Pak Aruf ternyata telah mengirim link postingan terbaru. Pukul 20.40 beliau mengirimkannya. Alhamdulillah.

Saya salut dengan tanggung jawab dan integritas Pak Aruf. Ini pelajaran yang sangat mendalam dan mengesankan bagi saya. Terima kasih, Pak Aruf. (A1)

Bagikan:
4 thoughts on “Di Tengah Cuti Sekalipun”
  1. Masyaallah, tak melupakan kewajiban, Pak Aruf tetap menjalankan tugasnya walaupun saat cuti. Semoga teladan beliau bisa tertularkan ke kita semua.

  2. MasyaAllah, sedang mengambil cuti dan tetap mengerjakan kewajiban. Sebuah tindakan positif yang perlu di contoh

  3. masyaallah semoga tanggung jawab pak aruf bisa menjadi inspirasi untuk kita semua

  4. Masyaallah, semoga semangat dan rasa tanggung jawab Pak Aruf bisa menjadi contoh untuk kita semua.

Comments are closed.

Scan the code