Sabtu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Raut wajah gembira, malu-malu, deg-degan mulai tampak dari wajah anak-anak. Hari ini mereka akan unjuk diri kepada penonton. Mengaji, menyanyi, menari, memainkan peran, bermain rebana, dan lain-lain. Orang tua akan menyaksikan penampilan murid-murid kelas 1 dan 2 SD Islam Hidayatullah 02.

Ekshibisi Akhir Tahun kembali digelar. Kali ini bertempat di Aula SMA IH. Meski agak jauh dari SD IH 02, kami bersemangat. Murid-murid juga bersemangat. Tentunya ini menjadi suasana baru bagi mereka.

“Anak-Anak semuanya di ruang transit. Jadi, keluar ketika pentas saja,” ucap salah seorang guru.

Bapak dan ibu guru bersepakat. Harapannya, area panggung dan penonton bisa kondusif. Meski tidak bisa menyaksikan pentas secara langsung, murid-murid bisa sembari menonton di layar yang sudah disediakan di ruang transit.

Bapak dan Ibu guru juga membawakan sejumlah mainan untuk mengalihkan perhatian anak-anak supaya tidak sering keluar ruangan transit. Berantakan, sudah pasti. Itu salah satu konsekuensi yang harus kami terima. Tetapi lebih berisiko jika anak-anak bosan, lalu keluar ruangan, berlari-larian, atau lain sebagainya.

Acara demi acara sudah terlewati. Alhamdulillah, acara sudah hampir selesai. Tiba saatnya sesi penutup, berdoa bersama. Semua murid kelas 1 dan 2 diminta ke panggung. Saya dan bapak ibu guru mencari dan memastikan anak-anak terkumpul semua.

Saya menuju ruang transit. Di sana masih ada Tristan, Rafa, dan Vano, yang tengah bermain.

“Mas Rafa, Mas Tristan, dan Mas Vano, ke panggung dulu, yuk. Kita mau berdoa,” ujar saya dari ambang pintu.

“Sebentar, ya, Bu,” jawab ketiganya panik.

Di tengah-tengah kegentingan, Rafa dan Tristan langsung membereskan mainannya. Vano bingung harus mengikuti Bu Eva atau teman-temannya.

“Nanti lagi gak pa-pa, Nak,” suruh saya demi menghemat waktu.

Bentar lagi, kok, Bu,” sahut Tristan.

Mereka tak menghiraukan perkataan saya. Mereka tetap fokus membereskan mainan. Vano pun lantas turut membereskan.

Saya amat sangat tersentuh. Menyaksikan bentuk tanggung jawab yang luar biasa dari anak sekecil mereka. Padahal di ruangan yang sama, di sisi yang lain, terdapat mainan yang berceceran. Namun mereka memilih untuk tetap merapikan. Tanggung jawab seperti ini mesti dipertahankan. Good job, Rafa, Tristan, dan Vano!

Bagikan:
11 thoughts on “Tetap Fokus”
  1. Rasa tanggung jawab sudah tertanam didiri anak-anak sekecil mereka. Semoga mereka selalu demikian, memegang tanggung jawab sampai mereka dewasa kelak.

    1. masyaallah semoga rasa tanggung jawab selalu ada di hati anak-anak sampai kelas besar nanti

Comments are closed.

Scan the code