Saat istirahat tiba, sontak seluruh siswa menyambut dengan senyum bahagia. Betapa tidak? Waktu istirahat yang lima menit telah terlewat, tentu menjadi penantian bagi mereka.
“Saya sudah laper, Bu,” keluh Itaf.
“Saya haus banget,” sahut Adit.
“Ya, ini sudah selesai, kok,” sahut Bu Balqis.
Hari itu Bu Layla, Bu Yunita, dan Bu Balqis ada di kelas 2. Jumlah personel guru saat itu terbatas. Bu Layla diamanahi Kepala Sekolah untuk menggantikan Bu Shoffa yang sedang izin untuk tidak membersamai siswa karena ada pernikahan adiknya. Pak Kambali dan Bu Wiwik sedang ada kegiatan Hidayatullah Leadership Academy, Pak Aruf sedang cuti karena usai melangsungkan pernikahan. Tepatnya tanggal 10 Juni 2024. Hari itu, hari pertama pasca-PAT (Penilaian Akhir Tahun). Umumnya, siswa disibukkan dengan kegiatan classmeeting. Namun, kali ini siswa disibukkan dengan persiapan untuk kegiatan ekshibisi akhir tahun.
Persiapan itu berupa latihan yang terbagi dua. Yaitu individu dan kelompok. Sesi pertama, siswa latihan berbasis kelompok. Ada rebana, drama, menyanyikan tembang, dan menari. Sebagian siswa beririsan jenis tampilannya. Baik secara individu maupun kelompok, sehingga mereka tentu secara maraton berpindah tempat latihan. Latihan secara individu juga dilaksanakan sesuai tugas masing-masing.
Latihan tembang “Gugur Gunung” dilaksanakan secara kelompok oleh seluruh siswa kelas 2 yang dibimbing oleh Bu Amik. Hari itu bukanlah kali pertama siswa berlatih. Tembang “Gugur Gunung” tercakup dalam pelajaran Bahasa Jawa. Siswa sudah cukup hafal. Dalam hal ini, Bu Amik melatih kekompakan dan formasi duduknya. Yap, tantangannya adalah pengondisian siswa agar tidak jenuh. Sultan, misalnya. Siswa ini menampakkan kebosanannya. Di tengah-tengah latihan, tiba-tiba dia keluar kelas.
“Mau ke mana Mas Sultan?” tanya Bu Layla.
“Sultan mau ke ruang UKS, Ustazah. Sultan gak mau ikut latihan,” jelas Sultan.
“Lho, kenapa? Kan lebih seru di kelas,” timpal Bu Layla.
“Sultan bosen kalau nyanyi ‘holobis kuntul baris’ terus, “ jawab Sultan.
“Mas Sultan boleh ke ruang UKS sampai jarum panjang di angka 6, ya. Namun, jika tidak sesuai, Sultan belum diizinkan makan siang bersama dengan teman-teman di jam 11.00. Akan tetapi, makan siangnya setelah pukul 11.00, menyesuaikan berapa menit keterlambatan Sultan,” izin Bu Layla sambil menunjuk jam dinding di ruang kelas.
“Oke, baik,” sepakat Sultan kepada Bu Layla.
Jarum panjang tepat berada di angka 6. Artinya, saatnya Sultan kembali ke kelas. Kenyataannya, Sultan belum juga datang. Bu Layla mengabaikan hal itu. Namun, dengan tetap menunggu dan memastikan Sultan benar-benar bertanggung jawab atas kesepakatannya. Jarum jam tepat di angka 8. Sultan datang tanpa diminta.
“Alhamdulillah, … meski terlambat, anak ini datang juga,” gumam Bu Layla.
“Mas Sultan, sini sebentar. Bu Layla mau tanya,” pinta Bu Layla.
“Iya, Ustazah. Kenapa?” tanya Sultan.
“Mas Sultan masih ingat kesepakatan kita?” tanya Bu Layla.
“Hmm, yang tentang jarum panjang?” pancing Sultan.
“Yap, ada apa dengan jarum panjang?” sahut Bu Layla.
“Sultan harus kembali ke kelas lagi di jarum panjang di angka enam, gitu, kan?” jelas Sultan.
Penjelasan Sultan sangat lengkap, detail, dan jelas. Artinya, Sultan ini sepaham dengan Bu Layla. Sultan memahami kesepakatannya dengan Bu Layla. Namun, kenapa dia melanggar kesepakatan yang sudah dibuat? Artinya, Sultan harus konsekuen dengan apa yang terjadi padanya. Sultan tidak diizinkan untuk makan siang bersama dengan teman lain pada pukul 11.00. Mundur berdasarkan keterlambatannya, 10 menit. Artinya, di pukul 11.10 Sultan baru diizinkan makan.
“Mas Sultan ngapain aja di UKS? Dan kenapa datang terlambat?” tanya Bu Layla.
“Sultan pengin nggambar aja, sih. Tadi minta kertas ke Bu Nika. Sultan nggambar di sana,” jelas Sultan.
“Di UKS saja? Atau ke tempat lain?” tanya Bu Layla.
“Iya, Sultan hanya di UKS,” jelas Sultan lagi.
“Baiklah, kalau begitu, Mas Sultan boleh bergabung dengan teman-teman di kelas,” izin Bu Layla kepada Sultan.
Saat Sultan datang ke kelas, siswa lain sedang latihan secara individu. Nadia, misalnya. Dia berlatih tilawah dengan Alisha sebagai pembaca sari tilawah. Adia, Rafa, Aza, dan Elora misalnya. Mereka sedang berlatih opening empat bahasa. Begitu juga siswa lain dengan masing-masing tugasnya. Lalu, apa yang dilakukan Sultan saat itu?
“O, iya, Sultan kan mendapatkan tugas berperan sebagai Jarjit. Tentu dia harus berlatih meghafalkan naskah skenario dalam drama Upin Ipin. Namun, Bu Layla belum mendapat jawaban atas keterlambatan Sultan masuk kelas,” senandika Bu Layla.
“Mas Sultan, masih mau menggambar? Ini Bu Layla kasih kertas buat menggambar lagi, mau, kan?” tawar Bu Layla.
“Mau, mau. Tapi boleh, kan, aku warnai?” tawar Sultan.
“Boleh sekali. Ustazah minta Mas Sultan menggambar dengan tema keterlambatan Mas Sultan tadi,” pinta Bu Layla.
Bu Layla lega atas kesanggupan Sultan untuk menggambarkan alasan keterlambatannya. Tidak butuh waktu lama, Sultan menyelesaikan hasil gambarannya. Dia menggambar bentuk tempat tidur di dalam sebuah ruangan, berdekatan dengan komputer. Yap, artinya, Sultan tiduran di UKS. Dia juga mampu menjelaskan maksud dari gambar itu. Usai menjelaskan hasil gambarnya ke Bu Layla, Sultan meminta agar dia diberi waktu makan siang dengan teman-teman di jam 11.00. Dia menjelaskan dengan senyum khasnya. Bukan senyuman biasa dari Sultan. Senyum penuh pesan permintaan dan meluluhkan hati Bapak Ibu Guru. Termasuk Bu Layla. Terima kasih, Sultan sudah mengajarkan kejujuran.
Masyallah, Sultan hebat. Sultan sudah mau menunjukkan sikap kejujuran, semoga bisa menjadi contoh baik untuk lingkungan sekitarnya.
Keren Mas Sultan sudah mau menerima konsekuensi dengan kesalahannya. Semoga dilain waktu Mas Sultan bisa lebih disiplin lagi saat kegiatan di sekolah,
Mas Sultan jujur bahwa ia melebihi batas waktu yang disepakati dengan Bu Layla. Oleh karena itu Sultan harus menerima konsekuensi atas keterlambatannya. Dengan besar hati Sultan bersedia.
masyaallah terimakasih mas sultan sudah berusaha untuk jujur semoga kedepannya mas sultan bisa konsekuen dengan kesepakatan yg telah di buat